A. Pendahuluan
Sejarah Kerajaan Sriwijaya merupakan sebuah kisah kerajaan yang pernah berdiri di Indonesia. Memiliki wilayah kekuasaan yang sangat luas, bahkan sampai ke wilayah negara tetangga. Oleh sebab itu, Kerajaan Sriwijaya juga disebut sebagai Negara Nasional yang pertama. Sriwijaya menjadi simbol kebesaran Sumatera awal, dan kerajaan terbesar Nusantara, selain Kerajaan Majapahit. Pada abad ke-20, kedua kerajaan tersebut menjadi referensi oleh kaum nasionalis untuk menunjukkan bahwa Indonesia merupakan satu kesatuan negara sebelum kolonialisme Belanda.
Kerajaan Sriwijaya merupakan salah satu kemaharajaan maritim yang kuat di pulau Sumatra dan memberi banyak pengaruh di Nusantara. Luas wilayah kekuasaan membentang dari Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Thailand, Kamboja, dan Semenanjung Malaya. Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7, yaitu seorang pendeta Tiongkok dari Dinasti Tang, I Tsing yang menulis; bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan. Nama "Sriwijaya" berasal dari dua suku kata. Pertama, "sri" yang berarti bercahaya atau gemilang. Kedua, "wijaya" yang memiliki arti kemenagan atau kejayaan. Maka nama "Sriwijaya" memiliki makna "kemenagan yang gemilang".
B. Lokasi Kerajaan
Letak pusat Kerajaan Sriwijaya sampai saat ini belum bisa ditentukan secara pasti, karena masih mengalami banyak perdebatan di kalangan Para Ahli. Menurut Prasasti Kedukan Bukit (683), Kedaulatan Sriwijaya pertama kali didirikan di sekitar Palembang, di tepi Sungai Musi. Teori Palembang sebagai tempat pertama kali Sriwijaya bermula diajukan oleh Coedes dan didukung oleh Pierre-Yves Manguin. Selain Palembang, tempat lain seperti Muaro Jambi (Sungai Batanghari, Jambi) dan Muara Takus (pertemuan Sungai Kampar Kanan dan Kiri, Riau) juga diduga sebagai ibu kota Sriwijaya.
Sekitar tahun 1993, Pierre-Yves Manguin melakukan observasi dan berpendapat bahwa pusat Sriwijaya berada di Sungai Musi antara Bukit Seguntang dan Sabokingking (terletak di provinsi Sumatera Selatan sekarang), tepatnya di sekitar situs Karanganyar yang kini dijadikan Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya. Pendapat ini didasarkan dari foto udara tahun 1984 yang menunjukkan bahwa situs Karanganyar menampilkan bentuk bangunan air, yaitu jaringan kanal, parit, kolam serta pulau buatan yang disusun rapi yang dipastikan situs ini adalah buatan manusia.
Namun sebelumnya Soekmono berpendapat bahwa pusat Sriwijaya terletak pada kawasan sehiliran Batang Hari, antara Muara Sabak sampai ke Muara Tembesi (di provinsi Jambi sekarang), dengan catatan Malayu (nama sebuah kerajaan) tidak berada di kawasan tersebut. Jika Malayu berada pada kawasan tersebut, ia cenderung kepada pendapat Moens, yang sebelumnya juga telah berpendapat bahwa letak dari pusat kerajaan Sriwijaya berada pada kawasan Candi Muara Takus (provinsi Riau sekarang). Teori lain menyebutkan, bahwa pusat Kerajaan Sriwijaya berada di Thailand, akan tetapi pendapat ini masih dianggap lemah.
Pada tahun 2013, penelitian arkeologi yang dilakukan oleh Universitas Indonesia menemukan beberapa situs keagamaan dan tempat tinggal di Muaro Jambi. Hal ini menunjukkan bahwa awal pusat Kerajaan Sriwijaya mungkin terletak di Kabupaten Muaro Jambi, pada tepian sungai Batang Hari, bukanlah di Sungai Musi seperti anggapan sebelumnya. Situs arkeologi mencakup delapan candi yang sudah digali, di kawasan seluas sekitar 12 kilometer persegi, membentang 7,5 kilometer di sepanjang Sungai Batang Hari, serta 80 gundukan reruntuhan candi yang belum dipugar. Situs Muaro Jambi bercorak Buddha Mahayana-Wajrayana.
B. Sejarah Kerajaan Sriwijaya
Peta dan Sejarah Kerajaan |
1. Sejarah Berdiri Hingga Masa Pertumbuhan
Awal berdirinya Kerajaan Sriwijaya diperkirakan pada abad ke-7 dengan raja pertamanya Dapunta Hyang. Tidak banyak informasi mengenai berdirinya Kerajaan Sriwijaya, namun dapat diketahui melalui berita Cina yang menceritakan bahwa, pada tahun 682 Masehi atau abad ke-6 ada seorang pendeta Budha dari Tiongkok yang ingin memperdalam agamanya di tanah India. Ia adalah pendeta I-Tsing yang pernah belajar Bahasa Sansekerta di Sriwijaya selama kurang lebih enam bulan. Karena ingin belajar agama di India, ia harus menguasai bahasa Sansekerta terlebih dahulu.Bukti yang kedua ini memperkuat teori awal pendirian Kerajaan Sriwijaya di abad ke-7. Sebuah prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang dinamai Kedukan Bukit memiliki angka 683 Masehi. Di tahun tersebut Sriwijaya sedang dipimpin oleh seorang raja bernama Dapunta Hyang yang sedang berusaha memperluas wilayah. Ia menyiapkan bala tentara sampai jumlah 20.000 orang. Penaklukan ini membuahkan hasil setelah 8 hari bertempur di medan perang. Pada akhirnya beberapa wilayah yang kekuatan militernya tak sebanding bersedia menyerahkan upeti ke Sriwijaya sebagai tanda takluk.
Tidak ada berita maupun prasasti lagi yang menjelaskan asal-usul keluarga Dapunta Hyang Srijayanaga sehingga ia menduduki tahta pertama kerajaan. Dalam sejarah berdirinya Sriwijaya, ada sekitar 11 raja yang silih berganti mengurusi negara internasional ini. Nantinya, nama Sriwijaya yang artinya kemenangan yang mulia benar-benar terwujud.
Setelah Dapunta Hyang berhasil meraih kesuksesan bersama 20.000 pasukannya, ada sebuah prasasti yang ditemukan di Pulau Bangka, pulau kecil di dekat Sumatera. Prasasti Kota Kapur adalah nama prasasti yang menyebutkan keinginan Dapunta Hyang meneruskan ekspedisi ke Jawa. Dan prasasti yang berangka tahun 686 Masehi itu pun menjadi bukti sejarah berhasilnya Sriwijaya menaklukkan Jawa yang saat itu dikuasai Kerajaan Tarumanegara. Prasasti-prasasti lainnya yang menjadi peninggalan Kerajaan Sriwijaya menggunakan bahasa melayu kuno dan berhuruf Pallawa.
2. Masa Kejayaan
Terdapat dua indikasi Kerajaan Sriwijaya mencapai masa kejayaan, pertama Sriwijaya sebagai Kerajaan Maritim, dan yang ke dua, Sriwijaya sebagai Pusat Studi Agama Budha.a. Sriwijaya Sebagai Kerajaan Maritim
Prasasti Kedukan Bukit dan Talang Tuo pada abad ke7 menyebutkan Dapunta Hyang melakukan usaha perluasan daerah. Beberapa daerah, seperti TulangBawang (Lampung), Kedah (Semenanjung Melayu), Pulau Bangka, Daerah Jambi, hingga Tanah Genting Kra berhasil ditaklukkan. Dengan demikian, Sriwijaya mempunyai kekuasaan sampai di negeri Malaysia pada saat ini. Sayangnya, usaha Sriwijaya menaklukkan Jawa tidak berhasil.
Balaputradewa adalah putra dari Raja Samaratungga dengan Dewi Tara. Ia memerintah sekitar abad ke9 M. Wilayah kekuasaan Sriwijaya pada masa pemerintahannya sangat luas. Daerah kekuasaannya meliputi Sumatra dan pulaupulau sekitar Jawa Barat, sebagian Jawa Tengah, sebagian Kalimantan, Semenanjung Melayu, dan hampir seluruh perairan nusantara. Itulah sebabnya, Sriwijaya kemudian dikenal sebagai negara nasional yang pertama.
Sriwijaya adalah negara maritim sehingga daerah kekuasaannya sebagian besar adalah wilayah pantai. Sebagai Kerajaan Maritim, Sriwijaya membentuk armada angkatan laut yang kuat. Puncak keemasan diperoleh Sriwijaya setelah berjuang dalam hitungan abad. Sriwijaya memperoleh kejayaan ini di abad ke-8 dan ke-9. Hingga pada akhirnya, kejayaan tersebut harus diakhiri pada abad ke-11.
b. Kerajaan Sriwijaya sebagai Pusat Studi Agama Buddha
Pada masa pemerintahan Balaputradewa, Sriwijaya menjadi pusat studi agama Buddha Mahayana di seluruh Asia Tenggara. Balaputradewa juga menjalin hubungan erat dengan Kerajaan Benggala dari India, yaitu dengan Raja Dewapala Dewa. Ia menghadiahkan sebidang tanah kepada Balaputradewa untuk mendirikan sebuah asrama bagi para pelajar dan mahasiswa yang sedang belajar di Nalanda.
Sriwijaya menjadi salah satu pusat pendidikan di Asia Tenggara. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya mahasiswa asing yang belajar di Sriwijaya. Mahasiswa yang ingin belajar ke India biasanya mampir ke Sriwijaya terlebih dahulu untuk belajar Bahasa Sanskerta. Para mahasiswa tersebut umumnya berasal dari Asia Timur.
Bukti tentang cerita di atas adalah berita Itsing, yang menyebutkan bahwa di Sriwijaya tinggal ribuan pendeta dan pelajar (mahasiswa) agama Buddha. Para pelajar tersebut dibimbing oleh seorang pendeta Buddha yang terkenal bernama Sakyakirti.
3. Runtuhnya Kerajaan
Sekitar abad ke11 M, Kerajaan Sriwijaya mulai mengalami kemunduran. Beberapa penyebab kemunduran Kerajaan Sriwijaya adalah sebagai berikut.Perubahan kondisi alam. Pusat Kerajaan Sriwijaya semakin jauh dari pantai akibat pengendapan lumpur. Pendangkalan Sungai Musi secara terusmenerus menyebabkan air laut semakin jauh karena terbentuknya daratandaratan baru.
Angkatan laut mengalami kemunduran sehingga banyak daerah kekuasaan melepaskan diri.
Beberapa kali Sriwijaya mendapat serangan dari kerajaan lain. Pada 1017 M, Sriwijaya mendapat serangan dari Raja Rajendracola dari Colamandala. Tahun 1025 serangan itu diulangi sehingga Raja Sriwijaya Sri Sanggramawijayattunggawarman ditahan oleh pihak Kerajaan Colamandala. Pada 1275 M, Raja Kertanegara dari Singasari melakukan ekspedisi Pamalayu. Hal itu menyebabkan daerah Melayu lepas dari kekuasaan Sriwijaya. Serangan armada angkatan laut Majapahit atas Sriwijaya pada 1377 M mengakhiri riwayat Kerajaan Sriwijaya.
C. Nama-Nama Raja
Berikut adalah nama-nama Raja Kerajaan Sriwijawa berdasarkan sumber-sumber sejarah yang dapat kami temukan.- Dapunta Hyang Sri Jayanasa (Prasasti Kedukan Bukit 683 M, Prasasti Talangtuo 684 M)
- Sri Indrawarman (Berita Arab Dan Cina, 724 M)
- Rudrawikrama (Berita Cina, 728 M)
- Wishnu (Prasasti Ligor, 775 M)
- Maharaja (Berita Arab, 851 M)
- Balaputradewa (Prasasti Nalanda, 860 M)
- Sri Udayaditya Warmadewa (Berita Cina, 960 M)
- Sri Udayaditya (Berita Cina, 962 M)
- Sri Cudamaniwarmadewa (Berita Cina, 1003. Prasasti Leiden, 1044 M)
- Maraviyatunggawarman (Prasasti Leiden, 1044 M)
- Sri Sanggrama Wijayatunggawarman (Prasasti Chola, 1004 M)