Halaman

    Social Items

Ads 728x90

Di Jawa Tengah pernah berkembang sebuah kerajaan besar yang bercorak Hindu Budha. Namanya lebih dikenal dengan sebutan Mataram Kuno. Nama Mataram Kuno digunakan untuk menunjukan sebuah kerajaan pada masa pengaruh Hindu Budha. Karena pada masa selanjutnya, akan muncul Kerajaan yang bernama Mataram yang terletak di Jawa Tengah. Akan tetapi Kerajaan Mataram selanjutnya bercorak Islam. Walaupun kedua kerajaan sama-sama bernama Mataram, tetapi keduanya berselisih waktu yang sangat lama.

A. Letak Kerajaan

Lokasi Kerajaan
Lokasi Kerajaan Mataram Kuno (Sumber: id.wikimedia.org)
Kerajaan Mataram Kuno terletak di daerah Medang Kamulan yang memiliki tahan subur. Sebelah barat terdapat Pegunungan Serayu, di sebelah timur terdapat Gunung Lawu. Di sebelah utara terdapat Gunung Merapi, Merbabu, dan Sindoro, di sebelah selatan berdekatan dengan Laut Selatan dan Pegunungan Seribu. Daerah kerajaan banyak dialiri sungai, seperti Sungai Bogowonto, Elo, Progo, Opak, dan Bengawan Solo.

B. Sejarah Kerajaan

Sejarah Kerajaan Mataram Kuno
Ilustrasi Kerajaan Mataram Kuno
Kerajaan Mataram Kuno berkembang di wilayah pedalaman Jawa Tengah, sekitar pada abad ke-8. Pusat kerajaan terletak di kawasan yang disebut dengan nama Medang I Bhumi Mataram, diperkirakan sekitar Prambanan, Klaten. Perkembangan selanjutnya, Kerajaan Mataram Kuno terpecah menjadi dua kerajaan. Kerajaan pertama bercorak Hindu, diperintah oleh Dinasti Sanjaya. Sedangkan kerajaan kedua bercorak Budha, diperintah oleh Dinasti Syailendra.

1. Awal Berdiri

Dari prasasti yang dikeluarkan oleh Sanjaya pada yaitu Prasasti Canggal, bisa dipastikan Kerajaan Mataram Kuno telah berdiri dan berkembang sejak abad ke-7 dengan rajanya yang pertama adalah Sanjaya dengan gelar Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya.

Prasasti Mantyasih (907) menyebutkan Raja pertama Kerajaan Mataram Kuno adalah Sanjaya. Sanjaya sendiri mengeluarkan Prasasti Canggal (732) tanpa menyebut jelas apa nama kerajaannya. Dalam prasasti itu, Sanjaya menyebutkan terdapat raja yang memerintah di pulau Jawa sebelum dirinya. Raja tersebut bernama Sanna atau yang dikenal dengan Bratasena yang merupakan raja dari Kerajaan Galuh yang memisahkan diri dari Kerajaan Sunda (akhir dari Kerajaan Tarumanegara).

Kekuasaan Sanna digulingkan dari tahta Kerajaan Galuh oleh Purbasora dan kemudian melarikan diri ke Kerjaan Sunda untuk memperoleh perlindungan dari Tarusbawa, Raja Sunda. Tarusbawa kemudian mengambil Sanjaya yang merupakan keponakan dari Sanna sebagai menantunya. Setelah naik tahta, Sanjaya pun berniat untuk menguasai Kerajaan Galuh kembali. Setelah berhasil menguasai Kerajaan Sunda, Galuh dan Kalingga, Sanjaya memutuskan untuk membuat kerajaan baru yaitu Kerajaan Mataram Kuno.

2. Masa Dinasti Sanjaya

Tak banyak yang diketahui sejarah Dinasti Sanjaya sejak sepeninggal Raja Sanna. Rakai Pikatan, yang waktu itu menjadi pangeran Dinasti Sanjaya, menikah dengan Pramodhawardhani (833-856), puteri raja Dinasti Syailendara Samaratungga. Sejak itu pengaruh Sanjaya yang bercorak Hindu mulai dominan di Mataram, menggantikan Agama Buddha. Rakai Pikatan bahkan mendepak Raja Balaputradewa (putera Samaratungga dan Dewi Tara).

Pada 717–780 M Raja Sanjaya mulai memerintah Kerajaan Mataram. Bukti sejarah yang menunjukkan pemerintahan Raja Sanjaya adalah Prasasti Canggal. Sanjaya disebutkan merupakan keturunan Dinasti Syailendra.

Pada masa pemerintahannya, Raja Sanjaya berhasil menaklukkan beberapa kerajaan kecil yang pada masa pemerintahan Sanna melepaskan diri. Sanjaya juga seorang raja yang memerhatikan perkembangan agama. Hal ini dibuktikan dengan pendirian bangunan suci pada 732 M.

Bangunan suci tersebut digunakan sebagai tempat pemujaan, yaitu berupa lingga yang berada di atas Gunung Wukir (Bukit Stirangga), Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Perhatian raja yang besar terhadap keagamaan ini juga menunjukkan bahwa rakyat Mataram merupakan rakyat yang taat beragama. Sebab, sikap baik raja merupakan cermin sikap baik rakyatnya.

3. Masa Pemerintahan Rakai Panangkaran

Sanjaya digantikan putranya Rakai Panangkaran. Pada masa pemerintahan Panangkaran, agama Buddha juga mengalami perkembangan di samping agama Hindu. Hal ini dikarenakan Panangkaran juga memerhatikan perkembangan agama Buddha. Buktinya adalah didirikannya bangunan­-bangunan suci agama Buddha. Sebagai contoh adalah Candi Kalasan dan Arca Manjusri.

4. Masa Dinasti Syailendra

Dinasti Syailendra diduga berasal dari daratan Indocina "Bangsa Chin" dan "Kerajaan Asoka" (sekarang Thailand dan Kemboja). Dinasti ini bercorak Budha Mahayana, didirikan oleh Bhanu pada tahun 752. Pada masa Sanjaya, agama Hindu merupakan agama keluarga raja. Namun pada masa Panangkaran, agama Buddha menjadi agama kerajaan. Hal inilah yang mendorong terjadinya perpecahan dalam keluarga Dinasti Syailendra.

Wilayah Mataram akhirnya dibagi menjadi dua, yaitu di antara Keluarga Syailendra. Keluarga yang menganut agama Hindu mengembangkan kekuasaan di daerah Jawa Tengah bagian utara. Sementara keluarga yang beragama Buddha berkuasa di daerah Jawa Tengah bagian selatan.

Upaya menyatukan dua keluarga terus diupayakan dan akhirnya membuahkan hasil. Penyatuan ditandai dengan terjadinya perkawinan antara dua keluarga. Rakai Pikatan dari keluarga yang beragama Hindu menikah dengan Pramudawardani, putri dari Samaratungga yang beragama Buddha.

Perkawinan Pramodhawardhani dengan Rakai Pikatan ditentang oleh Balaputradewa. Setelah Samaratungga wafat, Balaputradewa memberontak terhadap Rakai Pikatan. Balaputradewa mengalami kekalahan dan menyingkir ke Sumatra.

5. Masa Kejayaan

Masa kejayaan terbagi menjadi dua periode, pertama pada masa Dinasti Sanjaya dan yang kedua pada masa Dinasti Syailendra.

a. Dinasti Sanjaya
Pada masa Dinasti Sanjaya, kejayaan ditandai dengan berdirinya Candi Prambanan. Pada 856 M, Kayuwangi atau Dyah Lokapala menggantikan Pikatan. Tidak banyak sumber sejarah yang memberitakan masa pemerintahannya. Setelah Kayuwangi wafat, ia digantikan oleh Watuhumalang.

Pengganti Watuhumalang adalah Balitung yang merupakan salah satu raja terkenal dan terbesar Mataram. Ia memerintah sejak tahun 898 hingga 911 M dengan gelar Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Sri Dharmadya Mahasambu. Salah satu kebesarannya dibuktikan dengan bangunan candi yang sangat besar dan indah. Candi tersebut tentu tidak asing lagi bagi kalian, yaitu Candi Prambanan. Pada masa pemerintahannya, Balitung juga banyak membuat prasasti. Prasasti yang terpenting adalah Prasasti Kedu.

b. Dinasti Syailendra
Kejayaan Dinasti Syailendra pada masa pemerintahan raja Indra (782-812), Syailendra mengadakan ekspedisi perdagangan ke Sriwijaya. Ia juga melakukan perkawinan politik: puteranya, Samaratungga, dinikahkan dengan Dewi Tara, puteri raja Sriwijaya. Pada tahun 790, Syailendra menyerang dan mengalahkan Chenla (Kamboja), kemudian sempat berkuasa di sana selama beberapa tahun. Peninggalan terbesar Dinasti Syailendra adalah Candi Borobudur yang selesai dibangun pada masa pemerintahan raja Samaratungga (812-833).

6. Runtuhnya Kerajaan

Sepeninggal Balitung, Mataram berturut­turut diperintah oleh Daksa, Tulodhong, Wawa, dan Mpu Sendok. Kala itu seiring berkembangnya Kerajaan Sriwijaya, Mataram mengalami penurunan. Keruntuhan Mataram juga dihubungkan dengan faktor alam. Pada awal abad XI, Gunung Merapi meletus dengan dahsyat.

Letusan Gunung Merapi diperkirakan banyak mengubur berbagai bangunan penting Kerajaan Mataram. Selain itu, berbagai penyakit dan kegagalan pertanian mendorong Mpu Sendok untuk memindahkan pusat kerajaan ke Jawa Timur. Di Jawa Timur, keluarga ini membentuk keluarga Isyana (Wangsa Isyana). Bagaimana perkembangan Wangsa Isyana, akan kita pelajari pada bagian selanjutnya.
Baca Juga: Kerajaan Bercorak Hindu-Budha di Indonesia

7. Silsilah dan Nama Raja Kerajaan Mataram Kuno

Silsilah Kerajaan Mataram Kuno
Silsilah Kerajaan Mataram Kuno
Gambar di atas menjelaskan tentang silsilah Kerajaan Mataram Kuno. Adapun nama-nama Raja Kerajaan Mataram Kuno adalah sebagai berikut;

  • Sanjaya, (merupakan pendiri Kerajaan Medang)
  • Rakai Panangkaran, (awal berkuasanya Wangsa Syailendra)
  • Rakai Panunggalan alias Dharanindra
  • Rakai Warak alias Samaragrawira
  • Rakai Garung alias Samaratungga
  • Rakai Pikatan suami Pramodawardhani, (awal kebangkitan Wangsa Sanjaya)
  • Rakai Kayuwangi alias Dyah Lokapala
  • Rakai Watuhumalang
  • Rakai Watukura Dyah Balitung
  • Mpu Daksa
  • Rakai Layang Dyah Tulodong
  • Rakai Sumba Dyah Wawa
  • Mpu Sindok, awal periode Jawa Timur
  • Sri Lokapala (merupaka suami dari Sri Isanatunggawijaya)
  • Makuthawangsawardhana
  • Dharmawangsa Teguh, (berakhirnya Kerajaan Medang)

Itulah daftar nama-nama raja Kerajaan Mataram Kuno beserta silsilahnya.

C. Sumber Sejarah dan Peninggalan Kerajaan

Peninggalan dan Sumber Sejarah Raja Kerajaan Mataram Kuno
Peninggalan dan Sumber Sejarah Kerajaan Mataram Kuno
Untuk membuktikan bahwa, Kerajaan Mataram Kuno memang benar-benar telah berdiri di Indonesia sebagai kerajaan Hindu Budha, maka sudah sepantasnya dalam artikel ini kami sebutkan beberapa sumber sejarah dan peninggalan-peninggalan Kerajaan Mataram Kuno.
Baca Juga: Sejarah Tarumanegara: Kerajaan Yang Pernah Berkuasa di Jawa Barat

1. Sumber Sejarah Kerajaan

  • Prasasti Canggal, ditemukan di halaman Candi Guning Wukir di desa Canggal berangka tahun 732 M. Prasasti Canggal menggunakan huruf pallawa dan bahasa Sansekerta yang isinya menceritakan tentang pembangunan sebuah Lingga (lambang Syiwa) di desa Kunjarakunja oleh Raja Sanjaya. Disamping itu, juga diceritakan bawa yang menjadi raja sebelumnya adalah Sanna yang digantikan oleh Sanjaya anak Sannaha (saudara perempuan Sanna).
  • Prasasti Kalasan, ditemukan di desa Kalasan Yogyakarta berangka tahun 778M, ditulis dalam huruf Pranagari (India Utara) dan bahasa Sansekerta. Isinya menceritakan pendirian bangunan suci untuk dewi Tara dan biara untuk pendeta oleh Raja Pangkaran atas permintaan keluarga Syaelendra dan Panangkaran juga menghadiahkan desa Kalasan untuk para Sanggha (umat Budha). Selain itu, juga menceritakan terdesaknya Dinasti Sanjaya ke utara karena kedatangan Dinasti Syailendra.
  • Prasasti Klurak, ditemukan di desa Prambanan berangka 782M ditulis dalam huruf Pranagari dan bahasa Sansekerta isinya menceritakan pembuatan Acra Manjusri oleh Raja Indra, bergelar Sri Sanggramadananjaya yang terletak di sebelah utara Prambanan.
  • Prasasti Mantyasih, atau disebut juga dengan Prasasti Kedu dan Balitung. ditemukan di Mantyasih Kedu, Jawa Tengah berangka 907M yang menggunakan bahasa Jawa Kuno. Isi dari prasasti tersebut adalah daftar silsilah raja-raja Mataram yang mendahului Rakai Watukura Dyah Balitung yaitu Raja Sanjaya, Rakai Panangkaran, Rakai Panunggalan, Rakai Warak, Rakai Garung, Rakai Pikatan, rakai Kayuwangi dan Rakai Watuhumalang.

2. Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno

Sumber sejarah di atas sebenarnya juga termasuk beberapa di antara peninggalan-peninggalan Kerajaan Mataram Kuno. Selanjutnya, Kerajaan Mataram Kuno juga meninggalkan beberapa kebudayaan yang telah ditemukan di berbagai tempat, yaitu;

a. Peninggalan Berupa Candi
  • Candi Prambanan atauCandi Roro Jonggrang, terletak di kecamatan Prambanan, Sleman dan kecamatan Prambanan, Klaten. Candi ini adalah kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia yang dibangun pada abad ke-9 masehi. Dibangun sekitar tahun 850 Masehi oleh Rakai Pikatan dan secara berkelanjutan disempurnakan dan diperluas oleh Raja Lokapala dan raja Balitung Maha Sambu.
  • Candi Borobudur, terletak di kawasan Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra.
  • Candi Ijo, yang terletak di Dukuh Groyokan, Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Candi ini dibangun kira-kira antara kurun abad ke-10 sampai dengan ke-11 Masehi pada saat zaman Kerajaan Medang periode Mataram.
  • Candi Morangan, adalah candi Hindu yang berada di dusun Morangan, kelurahan Sindumartani, kecamatan Ngemplak, Sleman, Yogyakarta. Menurut perkiraan, candi ini dibangun pada sekitar abad ke-9 dan ke-10 pada masa Kerajaan Mataram Kuno.
  • Candi Sambisari, terletak di Purwomartani, Kalasan, Sleman, Yogyakarta. Candi ini dibangun pada abad ke-9 pada masa pemerintahan raja Rakai Garung pada zaman Kerajaan Mataram Kuno. Candi ini ditemukan pada tahun 1966 oleh seorang petani di Desa Sambisari dan dipugar pada tahun 1986 oleh Dinas Purbakala. Nama desa ini kemudian diabadikan menjadi nama candi tersebut.
Selain candi-candi di atas, juga terdapat candi-candi lain yang merupakan peninggalan Kerajaan Mataram Kuno, yaitu; Candi Kalasan, Candi Plaosan, Candi Sewu, Candi Mendut, Candi Pawon, Candi Sari, Candi Kedulan, Candi Barong, dan Candi Sojiwan.

b. Peninggalan Berupa Prasasti
  • Prasasti Sojomerto, ditemukan di Desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, yang merupakan peninggalan Wangsa Syailendra. Prasasti ini beraksara Kawi dan berbahasa Melayu Kuno. Tidak menyebutkan angka tahun pada prasasti ini, berdasarkan taksiran analisis paleografi diperkirakan berasal dari kurun akhir abad ke-7 atau awal abad ke-8 masehi.
  • Prasasti Rukam, ditemukan pada 1975 di desa Petarongan, kecamatan Parakan, Temanggung, Jawa Tengah. Isi prasasti adalah mengenai peresmian desa Rukam oleh Nini Haji Rakryan Sanjiwana karena desa tersebut telah dilanda bencana letusan gunung api. Prasasti Rukam menggunakan aksara dan bahasa Jawa Kuno.
  • Prasasti Tri Tepusan, menyebutkan bahwa Sri Kahulunnan pada tahun 842 M menganugerahkan tanahnya di desa Tri Tepusan untuk pembuatan dan pemeliharaan tempat suci Kamulan I Bhumisambhara (kemungkinan besar nama dari candi Borobudur sekarang). Duplikat dari prasasti ini tersimpan di dalam museum candi Borobudur.
  • Prasasti Plumpungan, ditemukan di Dukuh Plumpungan, Desa Kauman Kidul, Kecamatan Sidorejo, berangka tahun 750 Masehi. Prasasti Plumpungan ditulis dalam Bahasa Jawa Kuno dan bahasa Sanskerta. Menurut sejarahnya, di dalam Prasasti Plumpungan berisi ketetapan hukum, yaitu suatu ketetapan status tanah perdikan atau swantantra bagi Desa Hampra. Pada zamannya, penetapan ketentuan Prasasti Plumpungan ini merupakan peristiwa yang sangat penting, khususnya bagi masyarakat di daerah Hampra.
  • Prasasti Gondosuli, terletak di Desa Gondosuli, Kecamatan Bulu. Situs ini memiliki luas keseluruhan sekitar 4.992 m2. Prasasti Gondosuli menjadi saksi bisu kejayaan Dinasti Sanjaya, terutama di masa pemerintahan Rakai Patahan sebagai raja di Mataram Kuno. Berdasarkan penelitian Prasasti Gondosuli memuat 11 baris tulisan. Tulisan tersebut menggunakan huruf Jawa Kuno, tapi menggunakan bahasa Melayu Kuno.
  • Prasasti Kalasan, peninggalan Wangsa Sanjaya dari Kerajaan Mataram Kuno yang berangka tahun 700 Saka atau 778 M. Prasasti yang ditemukan di kecamatan Kalasan, Sleman, Yogyakarta, ini ditulis dalam huruf Pranagari (India Utara) dan bahasa Sanskerta. Prasasti ini menyebutkan, bahwa Guru Sang Raja berhasil membujuk Maharaja Tejahpura Panangkarana (Kariyana Panangkara) yang merupakan mustika keluarga Sailendra (Sailendra Wamsatilaka) atas permintaan keluarga Syailendra, untuk membangun bangunan suci bagi Dewi Tara dan sebuah biara bagi para pendeta, serta penghadiahan desa Kalasan untuk para sangha (komunitas kebiarawan dalam Agama Buddha). 
Selain prasasti-prasasti di atas juga terdapat beberapa prasasti lain yang menjadi sejarah peninggalan Kerajaan Mataram Kuno, yaitu; Prasasti Siwargrha, Prasasti Wanua Tengah III, Prasasti Canggal, Prasasti Kelurak, Prasasti Mantyasih, Prasasti Kayumwungan, Prasasti Sankhara, Prasasti Ngadoman.
Baca Juga: Jenis-Jenis Peninggalan Sejarah Hindu Budha di Indonesia

E. Kesimpulan

Kerajaan Mataram Kuno diperkirakan berdiri pada abad ke-7 Masehi yang didirikan oleh Raja Sanjaya. Dalam perjalanannya, Kerajaan Mataram Kuno dipimpin oleh dua Wangasa/Dinasti secara bergantian. Pertama, Dinasti Sanjaya yang menganut agama Hindu. Kedua, Dinasti Syailendra yang menganut agama Budha.

Banyak kisah sejarah yang menunjukan bahwa, terjadi peristiwa perebutan kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno. Pertama, pendiri kerajaan yang merebut kembali Kerajaan Galuh. Selanjutnya pada perjalanannya Kerajaan Mataram Kuno dikuasai oleh Dinasti Syaiendra, yang akhirnya terpecah menjadi dua wilayah. Setelah itu, terjadilah bencana alam berupa letusan gunung Merapi sebagai tanda berakhirnya Kerajaan Mataram Kuno.
Artikel Terkait:
Mengenal Kerajaan Kutai: Sejarah Kerajaan Hindu Tertua di Indonesia
Teori Masuknya Agama dan Budaya Hindu-Budha Ke Indonesia
Candi-Candi Yang Merupakan Peninggalan Kerajaan Hindu Budha di Indonesia

Kerajaan Mataram Kuno: Sejarah Kerajaan Yang Menjadi Dua Dinasti

Di Jawa Tengah pernah berkembang sebuah kerajaan besar yang bercorak Hindu Budha. Namanya lebih dikenal dengan sebutan Mataram Kuno. Nama Mataram Kuno digunakan untuk menunjukan sebuah kerajaan pada masa pengaruh Hindu Budha. Karena pada masa selanjutnya, akan muncul Kerajaan yang bernama Mataram yang terletak di Jawa Tengah. Akan tetapi Kerajaan Mataram selanjutnya bercorak Islam. Walaupun kedua kerajaan sama-sama bernama Mataram, tetapi keduanya berselisih waktu yang sangat lama.

A. Letak Kerajaan

Lokasi Kerajaan
Lokasi Kerajaan Mataram Kuno (Sumber: id.wikimedia.org)
Kerajaan Mataram Kuno terletak di daerah Medang Kamulan yang memiliki tahan subur. Sebelah barat terdapat Pegunungan Serayu, di sebelah timur terdapat Gunung Lawu. Di sebelah utara terdapat Gunung Merapi, Merbabu, dan Sindoro, di sebelah selatan berdekatan dengan Laut Selatan dan Pegunungan Seribu. Daerah kerajaan banyak dialiri sungai, seperti Sungai Bogowonto, Elo, Progo, Opak, dan Bengawan Solo.

B. Sejarah Kerajaan

Sejarah Kerajaan Mataram Kuno
Ilustrasi Kerajaan Mataram Kuno
Kerajaan Mataram Kuno berkembang di wilayah pedalaman Jawa Tengah, sekitar pada abad ke-8. Pusat kerajaan terletak di kawasan yang disebut dengan nama Medang I Bhumi Mataram, diperkirakan sekitar Prambanan, Klaten. Perkembangan selanjutnya, Kerajaan Mataram Kuno terpecah menjadi dua kerajaan. Kerajaan pertama bercorak Hindu, diperintah oleh Dinasti Sanjaya. Sedangkan kerajaan kedua bercorak Budha, diperintah oleh Dinasti Syailendra.

1. Awal Berdiri

Dari prasasti yang dikeluarkan oleh Sanjaya pada yaitu Prasasti Canggal, bisa dipastikan Kerajaan Mataram Kuno telah berdiri dan berkembang sejak abad ke-7 dengan rajanya yang pertama adalah Sanjaya dengan gelar Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya.

Prasasti Mantyasih (907) menyebutkan Raja pertama Kerajaan Mataram Kuno adalah Sanjaya. Sanjaya sendiri mengeluarkan Prasasti Canggal (732) tanpa menyebut jelas apa nama kerajaannya. Dalam prasasti itu, Sanjaya menyebutkan terdapat raja yang memerintah di pulau Jawa sebelum dirinya. Raja tersebut bernama Sanna atau yang dikenal dengan Bratasena yang merupakan raja dari Kerajaan Galuh yang memisahkan diri dari Kerajaan Sunda (akhir dari Kerajaan Tarumanegara).

Kekuasaan Sanna digulingkan dari tahta Kerajaan Galuh oleh Purbasora dan kemudian melarikan diri ke Kerjaan Sunda untuk memperoleh perlindungan dari Tarusbawa, Raja Sunda. Tarusbawa kemudian mengambil Sanjaya yang merupakan keponakan dari Sanna sebagai menantunya. Setelah naik tahta, Sanjaya pun berniat untuk menguasai Kerajaan Galuh kembali. Setelah berhasil menguasai Kerajaan Sunda, Galuh dan Kalingga, Sanjaya memutuskan untuk membuat kerajaan baru yaitu Kerajaan Mataram Kuno.

2. Masa Dinasti Sanjaya

Tak banyak yang diketahui sejarah Dinasti Sanjaya sejak sepeninggal Raja Sanna. Rakai Pikatan, yang waktu itu menjadi pangeran Dinasti Sanjaya, menikah dengan Pramodhawardhani (833-856), puteri raja Dinasti Syailendara Samaratungga. Sejak itu pengaruh Sanjaya yang bercorak Hindu mulai dominan di Mataram, menggantikan Agama Buddha. Rakai Pikatan bahkan mendepak Raja Balaputradewa (putera Samaratungga dan Dewi Tara).

Pada 717–780 M Raja Sanjaya mulai memerintah Kerajaan Mataram. Bukti sejarah yang menunjukkan pemerintahan Raja Sanjaya adalah Prasasti Canggal. Sanjaya disebutkan merupakan keturunan Dinasti Syailendra.

Pada masa pemerintahannya, Raja Sanjaya berhasil menaklukkan beberapa kerajaan kecil yang pada masa pemerintahan Sanna melepaskan diri. Sanjaya juga seorang raja yang memerhatikan perkembangan agama. Hal ini dibuktikan dengan pendirian bangunan suci pada 732 M.

Bangunan suci tersebut digunakan sebagai tempat pemujaan, yaitu berupa lingga yang berada di atas Gunung Wukir (Bukit Stirangga), Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Perhatian raja yang besar terhadap keagamaan ini juga menunjukkan bahwa rakyat Mataram merupakan rakyat yang taat beragama. Sebab, sikap baik raja merupakan cermin sikap baik rakyatnya.

3. Masa Pemerintahan Rakai Panangkaran

Sanjaya digantikan putranya Rakai Panangkaran. Pada masa pemerintahan Panangkaran, agama Buddha juga mengalami perkembangan di samping agama Hindu. Hal ini dikarenakan Panangkaran juga memerhatikan perkembangan agama Buddha. Buktinya adalah didirikannya bangunan­-bangunan suci agama Buddha. Sebagai contoh adalah Candi Kalasan dan Arca Manjusri.

4. Masa Dinasti Syailendra

Dinasti Syailendra diduga berasal dari daratan Indocina "Bangsa Chin" dan "Kerajaan Asoka" (sekarang Thailand dan Kemboja). Dinasti ini bercorak Budha Mahayana, didirikan oleh Bhanu pada tahun 752. Pada masa Sanjaya, agama Hindu merupakan agama keluarga raja. Namun pada masa Panangkaran, agama Buddha menjadi agama kerajaan. Hal inilah yang mendorong terjadinya perpecahan dalam keluarga Dinasti Syailendra.

Wilayah Mataram akhirnya dibagi menjadi dua, yaitu di antara Keluarga Syailendra. Keluarga yang menganut agama Hindu mengembangkan kekuasaan di daerah Jawa Tengah bagian utara. Sementara keluarga yang beragama Buddha berkuasa di daerah Jawa Tengah bagian selatan.

Upaya menyatukan dua keluarga terus diupayakan dan akhirnya membuahkan hasil. Penyatuan ditandai dengan terjadinya perkawinan antara dua keluarga. Rakai Pikatan dari keluarga yang beragama Hindu menikah dengan Pramudawardani, putri dari Samaratungga yang beragama Buddha.

Perkawinan Pramodhawardhani dengan Rakai Pikatan ditentang oleh Balaputradewa. Setelah Samaratungga wafat, Balaputradewa memberontak terhadap Rakai Pikatan. Balaputradewa mengalami kekalahan dan menyingkir ke Sumatra.

5. Masa Kejayaan

Masa kejayaan terbagi menjadi dua periode, pertama pada masa Dinasti Sanjaya dan yang kedua pada masa Dinasti Syailendra.

a. Dinasti Sanjaya
Pada masa Dinasti Sanjaya, kejayaan ditandai dengan berdirinya Candi Prambanan. Pada 856 M, Kayuwangi atau Dyah Lokapala menggantikan Pikatan. Tidak banyak sumber sejarah yang memberitakan masa pemerintahannya. Setelah Kayuwangi wafat, ia digantikan oleh Watuhumalang.

Pengganti Watuhumalang adalah Balitung yang merupakan salah satu raja terkenal dan terbesar Mataram. Ia memerintah sejak tahun 898 hingga 911 M dengan gelar Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Sri Dharmadya Mahasambu. Salah satu kebesarannya dibuktikan dengan bangunan candi yang sangat besar dan indah. Candi tersebut tentu tidak asing lagi bagi kalian, yaitu Candi Prambanan. Pada masa pemerintahannya, Balitung juga banyak membuat prasasti. Prasasti yang terpenting adalah Prasasti Kedu.

b. Dinasti Syailendra
Kejayaan Dinasti Syailendra pada masa pemerintahan raja Indra (782-812), Syailendra mengadakan ekspedisi perdagangan ke Sriwijaya. Ia juga melakukan perkawinan politik: puteranya, Samaratungga, dinikahkan dengan Dewi Tara, puteri raja Sriwijaya. Pada tahun 790, Syailendra menyerang dan mengalahkan Chenla (Kamboja), kemudian sempat berkuasa di sana selama beberapa tahun. Peninggalan terbesar Dinasti Syailendra adalah Candi Borobudur yang selesai dibangun pada masa pemerintahan raja Samaratungga (812-833).

6. Runtuhnya Kerajaan

Sepeninggal Balitung, Mataram berturut­turut diperintah oleh Daksa, Tulodhong, Wawa, dan Mpu Sendok. Kala itu seiring berkembangnya Kerajaan Sriwijaya, Mataram mengalami penurunan. Keruntuhan Mataram juga dihubungkan dengan faktor alam. Pada awal abad XI, Gunung Merapi meletus dengan dahsyat.

Letusan Gunung Merapi diperkirakan banyak mengubur berbagai bangunan penting Kerajaan Mataram. Selain itu, berbagai penyakit dan kegagalan pertanian mendorong Mpu Sendok untuk memindahkan pusat kerajaan ke Jawa Timur. Di Jawa Timur, keluarga ini membentuk keluarga Isyana (Wangsa Isyana). Bagaimana perkembangan Wangsa Isyana, akan kita pelajari pada bagian selanjutnya.
Baca Juga: Kerajaan Bercorak Hindu-Budha di Indonesia

7. Silsilah dan Nama Raja Kerajaan Mataram Kuno

Silsilah Kerajaan Mataram Kuno
Silsilah Kerajaan Mataram Kuno
Gambar di atas menjelaskan tentang silsilah Kerajaan Mataram Kuno. Adapun nama-nama Raja Kerajaan Mataram Kuno adalah sebagai berikut;

  • Sanjaya, (merupakan pendiri Kerajaan Medang)
  • Rakai Panangkaran, (awal berkuasanya Wangsa Syailendra)
  • Rakai Panunggalan alias Dharanindra
  • Rakai Warak alias Samaragrawira
  • Rakai Garung alias Samaratungga
  • Rakai Pikatan suami Pramodawardhani, (awal kebangkitan Wangsa Sanjaya)
  • Rakai Kayuwangi alias Dyah Lokapala
  • Rakai Watuhumalang
  • Rakai Watukura Dyah Balitung
  • Mpu Daksa
  • Rakai Layang Dyah Tulodong
  • Rakai Sumba Dyah Wawa
  • Mpu Sindok, awal periode Jawa Timur
  • Sri Lokapala (merupaka suami dari Sri Isanatunggawijaya)
  • Makuthawangsawardhana
  • Dharmawangsa Teguh, (berakhirnya Kerajaan Medang)

Itulah daftar nama-nama raja Kerajaan Mataram Kuno beserta silsilahnya.

C. Sumber Sejarah dan Peninggalan Kerajaan

Peninggalan dan Sumber Sejarah Raja Kerajaan Mataram Kuno
Peninggalan dan Sumber Sejarah Kerajaan Mataram Kuno
Untuk membuktikan bahwa, Kerajaan Mataram Kuno memang benar-benar telah berdiri di Indonesia sebagai kerajaan Hindu Budha, maka sudah sepantasnya dalam artikel ini kami sebutkan beberapa sumber sejarah dan peninggalan-peninggalan Kerajaan Mataram Kuno.
Baca Juga: Sejarah Tarumanegara: Kerajaan Yang Pernah Berkuasa di Jawa Barat

1. Sumber Sejarah Kerajaan

  • Prasasti Canggal, ditemukan di halaman Candi Guning Wukir di desa Canggal berangka tahun 732 M. Prasasti Canggal menggunakan huruf pallawa dan bahasa Sansekerta yang isinya menceritakan tentang pembangunan sebuah Lingga (lambang Syiwa) di desa Kunjarakunja oleh Raja Sanjaya. Disamping itu, juga diceritakan bawa yang menjadi raja sebelumnya adalah Sanna yang digantikan oleh Sanjaya anak Sannaha (saudara perempuan Sanna).
  • Prasasti Kalasan, ditemukan di desa Kalasan Yogyakarta berangka tahun 778M, ditulis dalam huruf Pranagari (India Utara) dan bahasa Sansekerta. Isinya menceritakan pendirian bangunan suci untuk dewi Tara dan biara untuk pendeta oleh Raja Pangkaran atas permintaan keluarga Syaelendra dan Panangkaran juga menghadiahkan desa Kalasan untuk para Sanggha (umat Budha). Selain itu, juga menceritakan terdesaknya Dinasti Sanjaya ke utara karena kedatangan Dinasti Syailendra.
  • Prasasti Klurak, ditemukan di desa Prambanan berangka 782M ditulis dalam huruf Pranagari dan bahasa Sansekerta isinya menceritakan pembuatan Acra Manjusri oleh Raja Indra, bergelar Sri Sanggramadananjaya yang terletak di sebelah utara Prambanan.
  • Prasasti Mantyasih, atau disebut juga dengan Prasasti Kedu dan Balitung. ditemukan di Mantyasih Kedu, Jawa Tengah berangka 907M yang menggunakan bahasa Jawa Kuno. Isi dari prasasti tersebut adalah daftar silsilah raja-raja Mataram yang mendahului Rakai Watukura Dyah Balitung yaitu Raja Sanjaya, Rakai Panangkaran, Rakai Panunggalan, Rakai Warak, Rakai Garung, Rakai Pikatan, rakai Kayuwangi dan Rakai Watuhumalang.

2. Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno

Sumber sejarah di atas sebenarnya juga termasuk beberapa di antara peninggalan-peninggalan Kerajaan Mataram Kuno. Selanjutnya, Kerajaan Mataram Kuno juga meninggalkan beberapa kebudayaan yang telah ditemukan di berbagai tempat, yaitu;

a. Peninggalan Berupa Candi
  • Candi Prambanan atauCandi Roro Jonggrang, terletak di kecamatan Prambanan, Sleman dan kecamatan Prambanan, Klaten. Candi ini adalah kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia yang dibangun pada abad ke-9 masehi. Dibangun sekitar tahun 850 Masehi oleh Rakai Pikatan dan secara berkelanjutan disempurnakan dan diperluas oleh Raja Lokapala dan raja Balitung Maha Sambu.
  • Candi Borobudur, terletak di kawasan Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra.
  • Candi Ijo, yang terletak di Dukuh Groyokan, Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Candi ini dibangun kira-kira antara kurun abad ke-10 sampai dengan ke-11 Masehi pada saat zaman Kerajaan Medang periode Mataram.
  • Candi Morangan, adalah candi Hindu yang berada di dusun Morangan, kelurahan Sindumartani, kecamatan Ngemplak, Sleman, Yogyakarta. Menurut perkiraan, candi ini dibangun pada sekitar abad ke-9 dan ke-10 pada masa Kerajaan Mataram Kuno.
  • Candi Sambisari, terletak di Purwomartani, Kalasan, Sleman, Yogyakarta. Candi ini dibangun pada abad ke-9 pada masa pemerintahan raja Rakai Garung pada zaman Kerajaan Mataram Kuno. Candi ini ditemukan pada tahun 1966 oleh seorang petani di Desa Sambisari dan dipugar pada tahun 1986 oleh Dinas Purbakala. Nama desa ini kemudian diabadikan menjadi nama candi tersebut.
Selain candi-candi di atas, juga terdapat candi-candi lain yang merupakan peninggalan Kerajaan Mataram Kuno, yaitu; Candi Kalasan, Candi Plaosan, Candi Sewu, Candi Mendut, Candi Pawon, Candi Sari, Candi Kedulan, Candi Barong, dan Candi Sojiwan.

b. Peninggalan Berupa Prasasti
  • Prasasti Sojomerto, ditemukan di Desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, yang merupakan peninggalan Wangsa Syailendra. Prasasti ini beraksara Kawi dan berbahasa Melayu Kuno. Tidak menyebutkan angka tahun pada prasasti ini, berdasarkan taksiran analisis paleografi diperkirakan berasal dari kurun akhir abad ke-7 atau awal abad ke-8 masehi.
  • Prasasti Rukam, ditemukan pada 1975 di desa Petarongan, kecamatan Parakan, Temanggung, Jawa Tengah. Isi prasasti adalah mengenai peresmian desa Rukam oleh Nini Haji Rakryan Sanjiwana karena desa tersebut telah dilanda bencana letusan gunung api. Prasasti Rukam menggunakan aksara dan bahasa Jawa Kuno.
  • Prasasti Tri Tepusan, menyebutkan bahwa Sri Kahulunnan pada tahun 842 M menganugerahkan tanahnya di desa Tri Tepusan untuk pembuatan dan pemeliharaan tempat suci Kamulan I Bhumisambhara (kemungkinan besar nama dari candi Borobudur sekarang). Duplikat dari prasasti ini tersimpan di dalam museum candi Borobudur.
  • Prasasti Plumpungan, ditemukan di Dukuh Plumpungan, Desa Kauman Kidul, Kecamatan Sidorejo, berangka tahun 750 Masehi. Prasasti Plumpungan ditulis dalam Bahasa Jawa Kuno dan bahasa Sanskerta. Menurut sejarahnya, di dalam Prasasti Plumpungan berisi ketetapan hukum, yaitu suatu ketetapan status tanah perdikan atau swantantra bagi Desa Hampra. Pada zamannya, penetapan ketentuan Prasasti Plumpungan ini merupakan peristiwa yang sangat penting, khususnya bagi masyarakat di daerah Hampra.
  • Prasasti Gondosuli, terletak di Desa Gondosuli, Kecamatan Bulu. Situs ini memiliki luas keseluruhan sekitar 4.992 m2. Prasasti Gondosuli menjadi saksi bisu kejayaan Dinasti Sanjaya, terutama di masa pemerintahan Rakai Patahan sebagai raja di Mataram Kuno. Berdasarkan penelitian Prasasti Gondosuli memuat 11 baris tulisan. Tulisan tersebut menggunakan huruf Jawa Kuno, tapi menggunakan bahasa Melayu Kuno.
  • Prasasti Kalasan, peninggalan Wangsa Sanjaya dari Kerajaan Mataram Kuno yang berangka tahun 700 Saka atau 778 M. Prasasti yang ditemukan di kecamatan Kalasan, Sleman, Yogyakarta, ini ditulis dalam huruf Pranagari (India Utara) dan bahasa Sanskerta. Prasasti ini menyebutkan, bahwa Guru Sang Raja berhasil membujuk Maharaja Tejahpura Panangkarana (Kariyana Panangkara) yang merupakan mustika keluarga Sailendra (Sailendra Wamsatilaka) atas permintaan keluarga Syailendra, untuk membangun bangunan suci bagi Dewi Tara dan sebuah biara bagi para pendeta, serta penghadiahan desa Kalasan untuk para sangha (komunitas kebiarawan dalam Agama Buddha). 
Selain prasasti-prasasti di atas juga terdapat beberapa prasasti lain yang menjadi sejarah peninggalan Kerajaan Mataram Kuno, yaitu; Prasasti Siwargrha, Prasasti Wanua Tengah III, Prasasti Canggal, Prasasti Kelurak, Prasasti Mantyasih, Prasasti Kayumwungan, Prasasti Sankhara, Prasasti Ngadoman.
Baca Juga: Jenis-Jenis Peninggalan Sejarah Hindu Budha di Indonesia

E. Kesimpulan

Kerajaan Mataram Kuno diperkirakan berdiri pada abad ke-7 Masehi yang didirikan oleh Raja Sanjaya. Dalam perjalanannya, Kerajaan Mataram Kuno dipimpin oleh dua Wangasa/Dinasti secara bergantian. Pertama, Dinasti Sanjaya yang menganut agama Hindu. Kedua, Dinasti Syailendra yang menganut agama Budha.

Banyak kisah sejarah yang menunjukan bahwa, terjadi peristiwa perebutan kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno. Pertama, pendiri kerajaan yang merebut kembali Kerajaan Galuh. Selanjutnya pada perjalanannya Kerajaan Mataram Kuno dikuasai oleh Dinasti Syaiendra, yang akhirnya terpecah menjadi dua wilayah. Setelah itu, terjadilah bencana alam berupa letusan gunung Merapi sebagai tanda berakhirnya Kerajaan Mataram Kuno.
Artikel Terkait:
Mengenal Kerajaan Kutai: Sejarah Kerajaan Hindu Tertua di Indonesia
Teori Masuknya Agama dan Budaya Hindu-Budha Ke Indonesia
Candi-Candi Yang Merupakan Peninggalan Kerajaan Hindu Budha di Indonesia

Subscribe Our Newsletter