Halaman

    Social Items

Ads 728x90

Sejarah Kerajaan Kalinnga

A. Letak Kerajaan

Kerajaan Kalingga atau Ho-ling diperkirakan terletak di Jawa Tengah, namun pusat kerajaan belum jelas letaknya dimana. Kemungkinan letak pusat kerajaan berada di suatu tempat antara Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Jepara. Perkiraan Kerajaan Kalingga berdiri di Jawa Tengah berdasarkan berita Cina yang menyebutkan bahwa, di sebelah timur Kaling ada Po­li (Bali sekarang dan di sebelah barat Kaling terdapat To­po­Teng (Sumatra). Sementara di sebelah utara Kaling terdapat Chen­la (Kamboja) dan sebelah selatan berbatasan dengan samudra.

Ada juga yang menyebutkan letak Kerajaan Kalingga berada di Kabupaten Jepara. Hal ini dihubungkan dengan adanya sebuah nama tempat di wilayah Jepara yang bernama Keling. Keling adalah sebuah kecamatan di sebelah utara Gunung Muria, Jepara, Jawa Tengah. Karena Kerajaan Kalingga juga sering disebut dengan Kerajaan Kaling. Meskipun demikian, secara tegas belum dapat disimpulkan, bahwa Keling mempunyai hubungan dengan Kerajaan Kalingga.

B. Sumber Sejarah Kerajaan Kalingga

Kerajaan Kalingga diperkirakan berdiri pada abad ke-6 Masehi. Mengenai sejarah Kerajaan Kalingga, mungkin akan terjawab melalui sumber sejarah kerajaan ini. Terdapat dua sumber utama mengenai sejarah Kerajaan Kalingga, pertama kronik sejarah Tiongkok dan catatan sejarah manuskrip lokal, ditambah dengan tradisi lisan setempat yang menceritakan ratu legendaris yang bernama Shima.

1. Sumber Lokal

Sumber lokal terdiri dari Carita Parahyangan dan cerita lisan yang sudah turun-temurun sehingga sudah menjadi tradisi lisan masyarakat setempat. Carita Parahyangan merupakan nama suatu naskah Sunda kuna yang dibuat pada akhir abad ke-16, yang menceritakan sejarah Tanah Sunda, utamanya mengenai kekuasaan di dua ibukota Kerajaan Sunda yaitu Keraton Galuh dan keraton Pakuan.

a. Carita Parahyangan
Berdasarkan naskah Carita Parahyangan yang berasal dari abad ke-16, putri Maharani Shima, Parwati, menikah dengan putera mahkota Kerajaan Galuh yang bernama Mandiminyak, yang kemudian menjadi raja kedua dari Kerajaan Galuh. Maharani Shima memiliki cucu yang bernama Sanaha yang menikah dengan raja ketiga dari Kerajaan Galuh, yaitu Bratasena. Sanaha dan Bratasena memiliki anak yang bernama Sanjaya yang kelak menjadi raja Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh (723-732 M).

Setelah Maharani Shima meninggal pada tahun 732 M, Raja Sanjaya menggantikan buyutnya dan menjadi raja Kerajaan Kalingga Utara yang kemudian disebut Bumi Mataram, dan kemudian mendirikan Dinasti/Wangsa Sanjaya di Kerajaan Mataram Kuno.

Kekuasaan di Jawa Barat diserahkannya kepada putranya dari Tejakencana, yaitu Tamperan Barmawijaya alias Rakeyan Panaraban. Kemudian Raja Sanjaya menikahi Sudiwara puteri Dewasinga, Raja Kalingga Selatan atau Bumi Sambara, dan memiliki putra yaitu Rakai Panangkaran.

Pada abad ke-5 muncul Kerajaan Ho-ling (atau Kalingga) yang diperkirakan terletak di utara Jawa Tengah. Keterangan tentang Kerajaan Ho-ling didapat dari prasasti dan catatan dari negeri Cina. Pada tahun 752, Kerajaan Ho-ling menjadi wilayah taklukan Sriwijaya dikarenakan kerajaan ini menjadi bagian jaringan perdagangan Hindu, bersama Malayu dan Tarumanagara yang sebelumnya telah ditaklukan Sriwijaya. Ketiga kerajaan tersebut menjadi pesaing kuat jaringan perdagangan Sriwijaya-Buddha.

b. Cerita Lokal
Di daerah Jawa Tengah bagian utara berkembang kisah yang menceritakan tentang seorang Maharani yang melegenda. Ia sangat menjunjung tinggi prinsip keadilan dan kebenaran tanpa pandang bulu. Kisah yang sudah menjadi legenda di Jawa Tengah ini menceritakan seorang Ratu Shima. Ia mendidik rakyatnya agar selalu jujur dan menindak tegas pelaku pencurian.

Bagi siapa saja yang mencuri, maka hukuman yang akan didapatkan adalah potong tangan. Pada suatu ketika seorang raja dari seberang lautan mendengar mengenai kemashuran rakyat kerajaan Kalingga yang terkenal jujur dan taat hukum. Untuk mengujinya ia meletakkan sekantong uang emas di persimpangan jalan dekat pasar.

Tidak ada seorang pun rakyat dari Kalingga yang berani menyentuh apalagi mengambil barang yang bukan miliknya. Hingga tiga tahun kemudian kantung itu disentuh oleh putra mahkota dengan kakinya. Ratu Shima yang mengetahui hal itu menjatuhkan hukuman mati kepada putranya. Namun, dewan kementerian memohon agar ratu mengampuni kesalahan putranya. Karena hanya kaki sang pangeran yang menyentuh kantung tersebut, maka pangeran hanya dijatuhi hukuman potong kaki. 

2. Berita Tiongkok

Berita kebenaran tentang Kerajaan Kalingga juga dapat diperoleh dari berita yang berasal dari cerita Cina pada zaman Dinasti Tang dan catatan I-Tsing.

a. Berita Dari Dinasti Tang
Catatan Cina dari Dinasti Tang yang memberikan informasi tentang Kerajaan Ho-ling (Kalingga) adalah sebagai berikut:
  • Ho-ling atau disebut Jawa terletak di Lautan Selatan. Di sebelah utaranya terletak Ta Hen La (Kamboja), di sebelah timurnya terletak Po-Li (Pulau Bali) dan di sebelah barat terletak Pulau Sumatera.
  • Raja tinggal di suatu bangunan besar bertingkat, beratap daun palem, dan singgasananya terbuat dari gading.
  • Ibukota Ho-ling dikelilingi oleh tembok yang terbuat dari tonggak kayu.
  • Penduduk Kerajaan Ho-ling sudah pandai membuat minuman keras dari bunga kelapa.
  • Daerah Ho-ling menghasilkan kulit penyu, emas, perak, cula badak dan gading gajah.

Catatan dari berita Cina ini juga menyebutkan bahwa sejak tahun 674, rakyat Ho-ling diperintah oleh Ratu Hsi-mo (Shima). Ia adalah seorang ratu yang sangat adil dan bijaksana. Pada masa pemerintahannya Kerajaan Ho-ling sangat aman dan tentram.

b. Catatan I-Tsing
Catatan I-Tsing (tahun 664/665 M) menyebutkan bahwa pada abad ke-7 tanah Jawa telah menjadi salah satu pusat pengetahuan agama Buddha Hinayana. Di Ho-ling ada pendeta Cina bernama Hwining, yang menerjemahkan salah satu kitab agama Buddha ke dalam Bahasa Tionghoa. Ia bekerjasama dengan pendeta Jawa bernama Janabadra. Kitab terjemahan itu antara lain memuat cerita tentang Nirwana, tetapi cerita ini berbeda dengan cerita Nirwana dalam agama Buddha Hinayana.

C. Pemerintahan dan Kehidupan Masyarakat

Menurut berita Cina, raja Kerajaan Kaling yang terkenal adalah Ratu Sima. Ia memerintah sekitar tahun 674- 732 Masehi. Ratu Sima digambarkan sebagai raja yang jujur dan sangat bijaksana. Hukum dilaksanakan dengan tegas dan seadil­adilnya. Rakyat patuh terhadap semua ketentuan yang berlaku. Disebutkan pula kehidupan pada masa pemerintahan Ratu Sima sangat aman dan tenteram. Kejahatan sangat minim karena kerajaan menerapkan hukum tanpa pandang bulu.

Di Kerajaan Kaling, agama Buddha berkembang pesat. Pendeta Cina bernama Hwi­ning bahkan pernah datang ke Kalingga dan tinggal selama tiga tahun. Ia menerjemahkan kitab suci agama Buddha Hinayana ke dalam bahasa Cina. Dalam menyelesaikan tugasnya, Hwining dibantu oleh seorang pendeta Kalingga bernama Janabhadra.

Mata pencaharian masyarakat Kalingga umumnya adalah bertani dan berdagang. Kehidupan mereka sangat makmur, mengingat Jawa Tengah merupakan pusat hamparan tanah subur. Hal ini dapat dilihat dari beberapa gunung berapi di Jawa Tengah yang menyebabkan tanah pertanian dan perkebunan menjadi subur.

Perkembangan Kerajaan Kalingga selanjutnya kurang jelas. Belum ditemukan sumber sejarah yang secara tegas meriwayatkan perjalanan Kerajaan Kalingga hingga keruntuhannya. Namun pada periode selanjutnya, kita akan menemukan beberapa Kerajaan Hindu Buddha lainnya di Jawa Tengah.

D. Peninggalan Kerajaan Kalingga

Berikut adalah beberapa peningalan-peninggalan Kerajaan Kalingga yang sudah ditemukan di beberapa tempat, antara lain;

1. Prasasti Tukmas

Prasasti Tukmas ditemukan di ditemukan di lereng barat Gunung Merapi, tepatnya di Dusun Dakawu, Desa Lebak, Kecamatan Grabag, Magelang di Jawa Tengah. Prasasti bertuliskan huruf Pallawa yang berbahasa Sanskerta. Prasasti menyebutkan tentang mata air yang bersih dan jernih. Sungai yang mengalir dari sumber air tersebut disamakan dengan Sungai Gangga di India.

2. Prasasti Sojomerto

Prasasti Sojomerto ditemukan di Desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Prasasti ini beraksara Kawi dan berbahasa Melayu Kuno dan berasal dari sekitar abad ke-7 masehi. Prasasti ini menunjukan keagamaan Hindu Siwa. Isi prasasti memuat keluarga dari tokoh utamanya, Dapunta Selendra, yaitu ayahnya bernama Santanu, ibunya bernama Bhadrawati, sedangkan istrinya bernama Sampula.

3. Candi

Terdapat beberapa candi yang dianggap sebagai situs peninggalan Kerajaan Kalingga, semuanya berada di Kecamatan dan sekitarnya.
  • Situs Puncak Sanga Likur Gunung Muria. Di Puncak Rahtawu (Gunung Muria) dekat dengan Kecamatan Keling di sana terdapat empat arca batu, yaitu arca Batara Guru, Narada, Togog, dan Wisnu. Sampai sekarang belum ada yang bisa memastikan bagaimana mengangkut arca tersebut ke puncak itu mengingat medan yang begitu berat.
  • Candi Angin ditemukan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
  • Candi Bubrah ditemukan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Pada tahun 1990, di sekitar puncak Gunung Muria, Prof Gunadi, seorang sejarawan dan empat orang tenaga stafnya dari Balai Arkeologi Nasional Yogyakarta (kini Balai Arkeologi Yogyakarta) menemukan Prasasti Rahtawun. Selain empat arca, di kawasan itu ada pula enam tempat pemujaan yang letaknya tersebar dari arah bawah hingga menjelang puncak. Masing-masing diberi nama (pewayangan) Bambang Sakri, Abiyoso, Jonggring Saloko, Sekutrem, Pandu Dewonoto, dan Kamunoyoso.
Baca Juga:
Kerajaan Bercorak Hindu-Budha di Indonesia
Mengenal Kerajaan Kutai: Sejarah Kerajaan Hindu Tertua di Indonesia
Sejarah Tarumanegara: Kerajaan Yang Pernah Berkuasa di Jawa Barat

Kerajaan Kalingga: Sejarah Kerajaan Yang Pernah Berdiri di Jawa Tengah

Sejarah Kerajaan Kalinnga

A. Letak Kerajaan

Kerajaan Kalingga atau Ho-ling diperkirakan terletak di Jawa Tengah, namun pusat kerajaan belum jelas letaknya dimana. Kemungkinan letak pusat kerajaan berada di suatu tempat antara Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Jepara. Perkiraan Kerajaan Kalingga berdiri di Jawa Tengah berdasarkan berita Cina yang menyebutkan bahwa, di sebelah timur Kaling ada Po­li (Bali sekarang dan di sebelah barat Kaling terdapat To­po­Teng (Sumatra). Sementara di sebelah utara Kaling terdapat Chen­la (Kamboja) dan sebelah selatan berbatasan dengan samudra.

Ada juga yang menyebutkan letak Kerajaan Kalingga berada di Kabupaten Jepara. Hal ini dihubungkan dengan adanya sebuah nama tempat di wilayah Jepara yang bernama Keling. Keling adalah sebuah kecamatan di sebelah utara Gunung Muria, Jepara, Jawa Tengah. Karena Kerajaan Kalingga juga sering disebut dengan Kerajaan Kaling. Meskipun demikian, secara tegas belum dapat disimpulkan, bahwa Keling mempunyai hubungan dengan Kerajaan Kalingga.

B. Sumber Sejarah Kerajaan Kalingga

Kerajaan Kalingga diperkirakan berdiri pada abad ke-6 Masehi. Mengenai sejarah Kerajaan Kalingga, mungkin akan terjawab melalui sumber sejarah kerajaan ini. Terdapat dua sumber utama mengenai sejarah Kerajaan Kalingga, pertama kronik sejarah Tiongkok dan catatan sejarah manuskrip lokal, ditambah dengan tradisi lisan setempat yang menceritakan ratu legendaris yang bernama Shima.

1. Sumber Lokal

Sumber lokal terdiri dari Carita Parahyangan dan cerita lisan yang sudah turun-temurun sehingga sudah menjadi tradisi lisan masyarakat setempat. Carita Parahyangan merupakan nama suatu naskah Sunda kuna yang dibuat pada akhir abad ke-16, yang menceritakan sejarah Tanah Sunda, utamanya mengenai kekuasaan di dua ibukota Kerajaan Sunda yaitu Keraton Galuh dan keraton Pakuan.

a. Carita Parahyangan
Berdasarkan naskah Carita Parahyangan yang berasal dari abad ke-16, putri Maharani Shima, Parwati, menikah dengan putera mahkota Kerajaan Galuh yang bernama Mandiminyak, yang kemudian menjadi raja kedua dari Kerajaan Galuh. Maharani Shima memiliki cucu yang bernama Sanaha yang menikah dengan raja ketiga dari Kerajaan Galuh, yaitu Bratasena. Sanaha dan Bratasena memiliki anak yang bernama Sanjaya yang kelak menjadi raja Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh (723-732 M).

Setelah Maharani Shima meninggal pada tahun 732 M, Raja Sanjaya menggantikan buyutnya dan menjadi raja Kerajaan Kalingga Utara yang kemudian disebut Bumi Mataram, dan kemudian mendirikan Dinasti/Wangsa Sanjaya di Kerajaan Mataram Kuno.

Kekuasaan di Jawa Barat diserahkannya kepada putranya dari Tejakencana, yaitu Tamperan Barmawijaya alias Rakeyan Panaraban. Kemudian Raja Sanjaya menikahi Sudiwara puteri Dewasinga, Raja Kalingga Selatan atau Bumi Sambara, dan memiliki putra yaitu Rakai Panangkaran.

Pada abad ke-5 muncul Kerajaan Ho-ling (atau Kalingga) yang diperkirakan terletak di utara Jawa Tengah. Keterangan tentang Kerajaan Ho-ling didapat dari prasasti dan catatan dari negeri Cina. Pada tahun 752, Kerajaan Ho-ling menjadi wilayah taklukan Sriwijaya dikarenakan kerajaan ini menjadi bagian jaringan perdagangan Hindu, bersama Malayu dan Tarumanagara yang sebelumnya telah ditaklukan Sriwijaya. Ketiga kerajaan tersebut menjadi pesaing kuat jaringan perdagangan Sriwijaya-Buddha.

b. Cerita Lokal
Di daerah Jawa Tengah bagian utara berkembang kisah yang menceritakan tentang seorang Maharani yang melegenda. Ia sangat menjunjung tinggi prinsip keadilan dan kebenaran tanpa pandang bulu. Kisah yang sudah menjadi legenda di Jawa Tengah ini menceritakan seorang Ratu Shima. Ia mendidik rakyatnya agar selalu jujur dan menindak tegas pelaku pencurian.

Bagi siapa saja yang mencuri, maka hukuman yang akan didapatkan adalah potong tangan. Pada suatu ketika seorang raja dari seberang lautan mendengar mengenai kemashuran rakyat kerajaan Kalingga yang terkenal jujur dan taat hukum. Untuk mengujinya ia meletakkan sekantong uang emas di persimpangan jalan dekat pasar.

Tidak ada seorang pun rakyat dari Kalingga yang berani menyentuh apalagi mengambil barang yang bukan miliknya. Hingga tiga tahun kemudian kantung itu disentuh oleh putra mahkota dengan kakinya. Ratu Shima yang mengetahui hal itu menjatuhkan hukuman mati kepada putranya. Namun, dewan kementerian memohon agar ratu mengampuni kesalahan putranya. Karena hanya kaki sang pangeran yang menyentuh kantung tersebut, maka pangeran hanya dijatuhi hukuman potong kaki. 

2. Berita Tiongkok

Berita kebenaran tentang Kerajaan Kalingga juga dapat diperoleh dari berita yang berasal dari cerita Cina pada zaman Dinasti Tang dan catatan I-Tsing.

a. Berita Dari Dinasti Tang
Catatan Cina dari Dinasti Tang yang memberikan informasi tentang Kerajaan Ho-ling (Kalingga) adalah sebagai berikut:
  • Ho-ling atau disebut Jawa terletak di Lautan Selatan. Di sebelah utaranya terletak Ta Hen La (Kamboja), di sebelah timurnya terletak Po-Li (Pulau Bali) dan di sebelah barat terletak Pulau Sumatera.
  • Raja tinggal di suatu bangunan besar bertingkat, beratap daun palem, dan singgasananya terbuat dari gading.
  • Ibukota Ho-ling dikelilingi oleh tembok yang terbuat dari tonggak kayu.
  • Penduduk Kerajaan Ho-ling sudah pandai membuat minuman keras dari bunga kelapa.
  • Daerah Ho-ling menghasilkan kulit penyu, emas, perak, cula badak dan gading gajah.

Catatan dari berita Cina ini juga menyebutkan bahwa sejak tahun 674, rakyat Ho-ling diperintah oleh Ratu Hsi-mo (Shima). Ia adalah seorang ratu yang sangat adil dan bijaksana. Pada masa pemerintahannya Kerajaan Ho-ling sangat aman dan tentram.

b. Catatan I-Tsing
Catatan I-Tsing (tahun 664/665 M) menyebutkan bahwa pada abad ke-7 tanah Jawa telah menjadi salah satu pusat pengetahuan agama Buddha Hinayana. Di Ho-ling ada pendeta Cina bernama Hwining, yang menerjemahkan salah satu kitab agama Buddha ke dalam Bahasa Tionghoa. Ia bekerjasama dengan pendeta Jawa bernama Janabadra. Kitab terjemahan itu antara lain memuat cerita tentang Nirwana, tetapi cerita ini berbeda dengan cerita Nirwana dalam agama Buddha Hinayana.

C. Pemerintahan dan Kehidupan Masyarakat

Menurut berita Cina, raja Kerajaan Kaling yang terkenal adalah Ratu Sima. Ia memerintah sekitar tahun 674- 732 Masehi. Ratu Sima digambarkan sebagai raja yang jujur dan sangat bijaksana. Hukum dilaksanakan dengan tegas dan seadil­adilnya. Rakyat patuh terhadap semua ketentuan yang berlaku. Disebutkan pula kehidupan pada masa pemerintahan Ratu Sima sangat aman dan tenteram. Kejahatan sangat minim karena kerajaan menerapkan hukum tanpa pandang bulu.

Di Kerajaan Kaling, agama Buddha berkembang pesat. Pendeta Cina bernama Hwi­ning bahkan pernah datang ke Kalingga dan tinggal selama tiga tahun. Ia menerjemahkan kitab suci agama Buddha Hinayana ke dalam bahasa Cina. Dalam menyelesaikan tugasnya, Hwining dibantu oleh seorang pendeta Kalingga bernama Janabhadra.

Mata pencaharian masyarakat Kalingga umumnya adalah bertani dan berdagang. Kehidupan mereka sangat makmur, mengingat Jawa Tengah merupakan pusat hamparan tanah subur. Hal ini dapat dilihat dari beberapa gunung berapi di Jawa Tengah yang menyebabkan tanah pertanian dan perkebunan menjadi subur.

Perkembangan Kerajaan Kalingga selanjutnya kurang jelas. Belum ditemukan sumber sejarah yang secara tegas meriwayatkan perjalanan Kerajaan Kalingga hingga keruntuhannya. Namun pada periode selanjutnya, kita akan menemukan beberapa Kerajaan Hindu Buddha lainnya di Jawa Tengah.

D. Peninggalan Kerajaan Kalingga

Berikut adalah beberapa peningalan-peninggalan Kerajaan Kalingga yang sudah ditemukan di beberapa tempat, antara lain;

1. Prasasti Tukmas

Prasasti Tukmas ditemukan di ditemukan di lereng barat Gunung Merapi, tepatnya di Dusun Dakawu, Desa Lebak, Kecamatan Grabag, Magelang di Jawa Tengah. Prasasti bertuliskan huruf Pallawa yang berbahasa Sanskerta. Prasasti menyebutkan tentang mata air yang bersih dan jernih. Sungai yang mengalir dari sumber air tersebut disamakan dengan Sungai Gangga di India.

2. Prasasti Sojomerto

Prasasti Sojomerto ditemukan di Desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Prasasti ini beraksara Kawi dan berbahasa Melayu Kuno dan berasal dari sekitar abad ke-7 masehi. Prasasti ini menunjukan keagamaan Hindu Siwa. Isi prasasti memuat keluarga dari tokoh utamanya, Dapunta Selendra, yaitu ayahnya bernama Santanu, ibunya bernama Bhadrawati, sedangkan istrinya bernama Sampula.

3. Candi

Terdapat beberapa candi yang dianggap sebagai situs peninggalan Kerajaan Kalingga, semuanya berada di Kecamatan dan sekitarnya.
  • Situs Puncak Sanga Likur Gunung Muria. Di Puncak Rahtawu (Gunung Muria) dekat dengan Kecamatan Keling di sana terdapat empat arca batu, yaitu arca Batara Guru, Narada, Togog, dan Wisnu. Sampai sekarang belum ada yang bisa memastikan bagaimana mengangkut arca tersebut ke puncak itu mengingat medan yang begitu berat.
  • Candi Angin ditemukan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
  • Candi Bubrah ditemukan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Pada tahun 1990, di sekitar puncak Gunung Muria, Prof Gunadi, seorang sejarawan dan empat orang tenaga stafnya dari Balai Arkeologi Nasional Yogyakarta (kini Balai Arkeologi Yogyakarta) menemukan Prasasti Rahtawun. Selain empat arca, di kawasan itu ada pula enam tempat pemujaan yang letaknya tersebar dari arah bawah hingga menjelang puncak. Masing-masing diberi nama (pewayangan) Bambang Sakri, Abiyoso, Jonggring Saloko, Sekutrem, Pandu Dewonoto, dan Kamunoyoso.
Baca Juga:
Kerajaan Bercorak Hindu-Budha di Indonesia
Mengenal Kerajaan Kutai: Sejarah Kerajaan Hindu Tertua di Indonesia
Sejarah Tarumanegara: Kerajaan Yang Pernah Berkuasa di Jawa Barat

Subscribe Our Newsletter