Halaman

    Social Items

Ads 728x90

Abu Bakar ash-Shiddiq adalah khalifah pertama yang menggantikan kepemimpinan Nabi Muhammad ketika Beliau SAW meninggal dunia. Menjadi khalifah dengan cara musyawarah di antara pemuka kaum Muhajirin dan Anshor membuatnya menanggung amanah yang sangat berat.

Kisah pengangkatan Abu Bakar ash-Shiddiq menjadi khalifah, telah terjadi kontroversi di kalangan kaum muslimin. Pertama, kaum Syi'ah yang berpendapat bahwa, Ali bin Abi Thalib yang pantas untuk menggantikan Nabi sebagai pemimpin kaum muslimin. Kedua, kaum Sunni yang berpendapat bahwa, Nabi lebih mengutamakan musyawarah dan menolak untuk menunjuk pemimpin selanjutnya.

Musyawarah yang dilaksanakan oleh kaum Muhajirin dan Anshor juga sempat terjadi perbedaan pendapat. Golongan Muhajirin menganggap, pemimpin baru umat Islam harus diambil dari kaum Muhajirin, sedangkan golongan Anshor berpendapat bahwa, pemimpin baru kaum muslimin harus dari golongan Anshor.

Menjelang wafatnya Nabi Muhammad SAW, beliau menderita sakit yang cukup parah, sehingga memerintahkan Abu Bakar untuk mengimami shalat berjama'ah di masjid bersama sahabat yang lain. Ketika Nabi meninggal dunia, kondisi umat Islam sangat terguncang. Banyak kaum muslimin yang tidak percaya bahwa Nabi telah meninggal dan ada pula yang histeris karena sedih yang amat sangat mendalam.

Dengan wafatnya Nabi Muhammad SAW, mau tidak mau harus segera memilih pemimpin baru agar umat Islam tidak terpecah dan dapat menjaga kedaulatan Negara Islam yang berpusat di Madinah. Dalam kondisi seperti ini, wajar jika terjadi perbedaan pendapat di kalangan umat Islam.

Kisah Abu Bakar ash Shiddik


Kisah Abu Bakar ash Shiddiq Menjadi Khalifah

Kisah khalifah pertama Abu Bakar ash-Shiddiq di awali dengan wafatnya Nabi Muhammad SAW. Saat itu kaum Muslimin sedang dalam keadaan terguncang karena kabar meninggalnya Nabi. Sebagian kaum muslimin tidak percaya bahwa, nabi telah wafat, sebagian yang lain dalam kondisi yang sangat sedih, sementara beberapa kaum muslimin juga ada yang amat sangat bingung karena telah ditinggal wafat Nabi.

Mereka bingung karena bagaimana umat Islam setelah Nabi meninggal dunia, serta siapa yang akan memimpin umat selanjutnya. Abu Bakar yang mendengar Nabi wafat langsung menuju rumah Rasulullah SAW. Ketika masuk ke dalam rumah Nabi, ia melihat bahwa Nabi sudah ditutup dengan kain burd hibara (buatan Yaman). Ia kemudian membuka penutup wajah Nabi dan menciumnya.

Dalam keadaan yang sangat mencekam dan histeris ini, tiba-tiba Abu Bakar keluar dari rumah Rasulullah dan berpidato dengan lantang. Isi pidato Abu Bakar Siddiq ketika Nabi Muhammad meninggal adalah: "Saudara-saudara, barang siapa yang menyembah Muhammad maka Muhammad sudah meninggal. Tetapi barang siapa yang menyembah Allah, maka Allah maha hidup dan kekal".

Lalu Abu Bakar membacakan firman Allah Q.S. Ali Imran: 144 yang artinya: "Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu beberapa rasul. Apakah jika ia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharad bagi Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur".

Mereka yang mendengarkan ayat yang telah dibacakan Abu Bakar menjadi sadar bahwa Nabi benar-benar wafat. Sahabat Umar bin Khattab yang tidak percaya bahwa Nabi Muhammad wafat akhirnya tersungkur. Kedua kakinya sudah tidak kuat menahan lagi setelah ia yakin bahwa nabi telah meninggal.

Musyawarah di Saqifah bani Saidah

Proses pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah berlangsung dengan dramatis. Kaum muslimin yang berada di Madinah berusaha untuk mencari pengganti Nabi sebagai pemimpin Umat Islam. Perdebatan antara kamu Anshar dan Muhajirin pun terjadi di Tsaqifah bani Saidah. Masing-masing pembesar kaum Anshar dan Muhajirin mengajukan argumen tentang siapa yang berhak untuk diangkat sebagai khalifah.

Para pembesar kaum Anshar mencalonkan seorang pemuka dari suku Khajraj yaitu, Said bin Ubaidillah untuk menggantikan Nabi sebagai khalifah. Kaum Muhajirin yaitu, Abu Bakar, Umar, dan Abu Ubaidah tdak tinggal diam dan menyampaikan pendapatnya bahwa, agar menetapkan pemimpin baru dari kalangan suku Quraisy.

Perdebatan mulai memanas. Abu Bakar lalu mengajukan dua calon khalifah ( Umar bin Khattab dan Ubaidah bin Zahrah ). Akan tetapi kedua tokoh tersebut menolak usulan Abu Bakar.

Umar yang melihat perdebatan semakin rumit langsung mengambil tindakan. Dengan suara lantang beliau membaiat Abu Bakar sebagai khalifah. Abu Ubaidah pun mengikuti Umar dengan membaiat Abu bakar. Ternyata tindakan Umar yang mengangkat Abu Bakar sebagai khalifah banyak yang setuju, sehingga proses baiat terhadap Abu Bakar terus berlanjut. Basyir bin Saad dan juga pengikutnya yang hadir dalam musyawarah juga ikut membaiatnya.

Abu Bakar yang telah diangkat oleh sebagian kaum Muslimin lalu menghampiri kaum Anshor yang hadir dalam majelis Saidah bani Tsaqifah. Ia mengatakan bahwa, kami adalah pemimpinnya dan kalian adalah para menterinya. Tindakan ini secara politik adalah untuk menghindari pertikaian antara kaum Anshar dan Muhajirin.

Kisah Abu Bakar ash Shiddiq diangkat menjadi khalifah tidak hanya berakhir di situ saja.

Terdapat beberapa kaum muslimin yang tidak ikut membaiat Abu Bakar seperti Ali bin Abi Thalib, Abbas bin Abdul Muthalib, Salman al Fasisi, Khalid bin Said, Fadl bin al-Abbas, dan Ammah bin Yasir. Telah terjadi pertemuan antara kaum Anshar, Muhajirin, dan Ali bin Abi Thalib di rumah Fatimah. Meraka bermaksud membaiat Ali sebagai khalifah karena beranggapan bahwa beliau lebih patut menjadi khalifah karena berasal dari bani Hasyim.

Selama enam bulan, Ali bin Abi Thalib dan beberapa keluarganya tidak ikut mengucapkan sumpah setia kepada Abu Bakar. Nabi mempunyai beberapa potong tanah di Madinah dan di Khaibar. Putri Nabi (istri Ali) dan paman Nabi (Abbas) telah menuntut tanah tersebut. Tetapi Abu Bakar tidak menyetujuinya berdasarkan keterangan yang telah diucapkan oleh Rasulullah.

"Kami, Nabi-Nabi tidak dapat diwarisi", demikian ucapan Rasulullah. Apapun yang kami tinggalkan kemudian menjadi hak bersama (umat Islam). Fatimah tidak mengetahui apa yang telah diucapkan oleh ayahnya, sehingga menyebabkan terjadi salam paham.

Selama Fatimah sakit, Abu Bakar mengunjunginya dan menjelaskan permasalahan tersebut. Enam bulan setelah pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah, Fatimah, istri Ali meninggal dunia. Kondisi ini membuat Ali memutuskan datang menemui Abu Bakar untuk membicarakan masalah tanah.

Ali mendapatkan jawaban dari Abu Bakar yang membuat hatinya menjadi tenang. Kemudian Ali masuk ke dalam Masjid dan di hadapan orang banyak ia mengucapkan baiat sumpah setia kepada Abu Bakar.

Abu Bakar ash Shiddiq menjadi khalifah selama 2 tahun 76 hari. Ia berkuasa dari tanggal 8 Juni tahun 632 M sampai 23 Agustus 634 M. Masa pemerintahan Abu Bakar banyak permasalahan dalam tubuh Islam, namun dapat diselesaikan dengan baik. Bahkan ia telah meraih beberapa prestasi yang luar biasa.

Kaum Sunni dan Syi'ah

Penunjukan Abu Bakar sebagai khalifah adalah subjek kontroversi dan menjadi perpecahan pertama dalam islam, dimana umat terpecah menjadi kaum Sunni dan Syi'ah. Kaum Syi'ah percaya bahwa yang berhak menjadi khalifah adalah Ali bin Abi Thalib karena telah ditunjuk oleh Nabi. Sedangkan kaum Sunni berpendapat bahwa Nabi Muhammad SAW menolak untuk menunjuk penggantinya. Kaum Sunni berargumen bahwa Nabi mengedepankan musyawarah untuk memilih pemimpin.

Kisah Abu Bakar ash Shiddiq Diangkat Menjadi Khalifah Yang Pertama

Abu Bakar ash-Shiddiq adalah khalifah pertama yang menggantikan kepemimpinan Nabi Muhammad ketika Beliau SAW meninggal dunia. Menjadi khalifah dengan cara musyawarah di antara pemuka kaum Muhajirin dan Anshor membuatnya menanggung amanah yang sangat berat.

Kisah pengangkatan Abu Bakar ash-Shiddiq menjadi khalifah, telah terjadi kontroversi di kalangan kaum muslimin. Pertama, kaum Syi'ah yang berpendapat bahwa, Ali bin Abi Thalib yang pantas untuk menggantikan Nabi sebagai pemimpin kaum muslimin. Kedua, kaum Sunni yang berpendapat bahwa, Nabi lebih mengutamakan musyawarah dan menolak untuk menunjuk pemimpin selanjutnya.

Musyawarah yang dilaksanakan oleh kaum Muhajirin dan Anshor juga sempat terjadi perbedaan pendapat. Golongan Muhajirin menganggap, pemimpin baru umat Islam harus diambil dari kaum Muhajirin, sedangkan golongan Anshor berpendapat bahwa, pemimpin baru kaum muslimin harus dari golongan Anshor.

Menjelang wafatnya Nabi Muhammad SAW, beliau menderita sakit yang cukup parah, sehingga memerintahkan Abu Bakar untuk mengimami shalat berjama'ah di masjid bersama sahabat yang lain. Ketika Nabi meninggal dunia, kondisi umat Islam sangat terguncang. Banyak kaum muslimin yang tidak percaya bahwa Nabi telah meninggal dan ada pula yang histeris karena sedih yang amat sangat mendalam.

Dengan wafatnya Nabi Muhammad SAW, mau tidak mau harus segera memilih pemimpin baru agar umat Islam tidak terpecah dan dapat menjaga kedaulatan Negara Islam yang berpusat di Madinah. Dalam kondisi seperti ini, wajar jika terjadi perbedaan pendapat di kalangan umat Islam.

Kisah Abu Bakar ash Shiddik


Kisah Abu Bakar ash Shiddiq Menjadi Khalifah

Kisah khalifah pertama Abu Bakar ash-Shiddiq di awali dengan wafatnya Nabi Muhammad SAW. Saat itu kaum Muslimin sedang dalam keadaan terguncang karena kabar meninggalnya Nabi. Sebagian kaum muslimin tidak percaya bahwa, nabi telah wafat, sebagian yang lain dalam kondisi yang sangat sedih, sementara beberapa kaum muslimin juga ada yang amat sangat bingung karena telah ditinggal wafat Nabi.

Mereka bingung karena bagaimana umat Islam setelah Nabi meninggal dunia, serta siapa yang akan memimpin umat selanjutnya. Abu Bakar yang mendengar Nabi wafat langsung menuju rumah Rasulullah SAW. Ketika masuk ke dalam rumah Nabi, ia melihat bahwa Nabi sudah ditutup dengan kain burd hibara (buatan Yaman). Ia kemudian membuka penutup wajah Nabi dan menciumnya.

Dalam keadaan yang sangat mencekam dan histeris ini, tiba-tiba Abu Bakar keluar dari rumah Rasulullah dan berpidato dengan lantang. Isi pidato Abu Bakar Siddiq ketika Nabi Muhammad meninggal adalah: "Saudara-saudara, barang siapa yang menyembah Muhammad maka Muhammad sudah meninggal. Tetapi barang siapa yang menyembah Allah, maka Allah maha hidup dan kekal".

Lalu Abu Bakar membacakan firman Allah Q.S. Ali Imran: 144 yang artinya: "Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu beberapa rasul. Apakah jika ia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharad bagi Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur".

Mereka yang mendengarkan ayat yang telah dibacakan Abu Bakar menjadi sadar bahwa Nabi benar-benar wafat. Sahabat Umar bin Khattab yang tidak percaya bahwa Nabi Muhammad wafat akhirnya tersungkur. Kedua kakinya sudah tidak kuat menahan lagi setelah ia yakin bahwa nabi telah meninggal.

Musyawarah di Saqifah bani Saidah

Proses pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah berlangsung dengan dramatis. Kaum muslimin yang berada di Madinah berusaha untuk mencari pengganti Nabi sebagai pemimpin Umat Islam. Perdebatan antara kamu Anshar dan Muhajirin pun terjadi di Tsaqifah bani Saidah. Masing-masing pembesar kaum Anshar dan Muhajirin mengajukan argumen tentang siapa yang berhak untuk diangkat sebagai khalifah.

Para pembesar kaum Anshar mencalonkan seorang pemuka dari suku Khajraj yaitu, Said bin Ubaidillah untuk menggantikan Nabi sebagai khalifah. Kaum Muhajirin yaitu, Abu Bakar, Umar, dan Abu Ubaidah tdak tinggal diam dan menyampaikan pendapatnya bahwa, agar menetapkan pemimpin baru dari kalangan suku Quraisy.

Perdebatan mulai memanas. Abu Bakar lalu mengajukan dua calon khalifah ( Umar bin Khattab dan Ubaidah bin Zahrah ). Akan tetapi kedua tokoh tersebut menolak usulan Abu Bakar.

Umar yang melihat perdebatan semakin rumit langsung mengambil tindakan. Dengan suara lantang beliau membaiat Abu Bakar sebagai khalifah. Abu Ubaidah pun mengikuti Umar dengan membaiat Abu bakar. Ternyata tindakan Umar yang mengangkat Abu Bakar sebagai khalifah banyak yang setuju, sehingga proses baiat terhadap Abu Bakar terus berlanjut. Basyir bin Saad dan juga pengikutnya yang hadir dalam musyawarah juga ikut membaiatnya.

Abu Bakar yang telah diangkat oleh sebagian kaum Muslimin lalu menghampiri kaum Anshor yang hadir dalam majelis Saidah bani Tsaqifah. Ia mengatakan bahwa, kami adalah pemimpinnya dan kalian adalah para menterinya. Tindakan ini secara politik adalah untuk menghindari pertikaian antara kaum Anshar dan Muhajirin.

Kisah Abu Bakar ash Shiddiq diangkat menjadi khalifah tidak hanya berakhir di situ saja.

Terdapat beberapa kaum muslimin yang tidak ikut membaiat Abu Bakar seperti Ali bin Abi Thalib, Abbas bin Abdul Muthalib, Salman al Fasisi, Khalid bin Said, Fadl bin al-Abbas, dan Ammah bin Yasir. Telah terjadi pertemuan antara kaum Anshar, Muhajirin, dan Ali bin Abi Thalib di rumah Fatimah. Meraka bermaksud membaiat Ali sebagai khalifah karena beranggapan bahwa beliau lebih patut menjadi khalifah karena berasal dari bani Hasyim.

Selama enam bulan, Ali bin Abi Thalib dan beberapa keluarganya tidak ikut mengucapkan sumpah setia kepada Abu Bakar. Nabi mempunyai beberapa potong tanah di Madinah dan di Khaibar. Putri Nabi (istri Ali) dan paman Nabi (Abbas) telah menuntut tanah tersebut. Tetapi Abu Bakar tidak menyetujuinya berdasarkan keterangan yang telah diucapkan oleh Rasulullah.

"Kami, Nabi-Nabi tidak dapat diwarisi", demikian ucapan Rasulullah. Apapun yang kami tinggalkan kemudian menjadi hak bersama (umat Islam). Fatimah tidak mengetahui apa yang telah diucapkan oleh ayahnya, sehingga menyebabkan terjadi salam paham.

Selama Fatimah sakit, Abu Bakar mengunjunginya dan menjelaskan permasalahan tersebut. Enam bulan setelah pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah, Fatimah, istri Ali meninggal dunia. Kondisi ini membuat Ali memutuskan datang menemui Abu Bakar untuk membicarakan masalah tanah.

Ali mendapatkan jawaban dari Abu Bakar yang membuat hatinya menjadi tenang. Kemudian Ali masuk ke dalam Masjid dan di hadapan orang banyak ia mengucapkan baiat sumpah setia kepada Abu Bakar.

Abu Bakar ash Shiddiq menjadi khalifah selama 2 tahun 76 hari. Ia berkuasa dari tanggal 8 Juni tahun 632 M sampai 23 Agustus 634 M. Masa pemerintahan Abu Bakar banyak permasalahan dalam tubuh Islam, namun dapat diselesaikan dengan baik. Bahkan ia telah meraih beberapa prestasi yang luar biasa.

Kaum Sunni dan Syi'ah

Penunjukan Abu Bakar sebagai khalifah adalah subjek kontroversi dan menjadi perpecahan pertama dalam islam, dimana umat terpecah menjadi kaum Sunni dan Syi'ah. Kaum Syi'ah percaya bahwa yang berhak menjadi khalifah adalah Ali bin Abi Thalib karena telah ditunjuk oleh Nabi. Sedangkan kaum Sunni berpendapat bahwa Nabi Muhammad SAW menolak untuk menunjuk penggantinya. Kaum Sunni berargumen bahwa Nabi mengedepankan musyawarah untuk memilih pemimpin.

Subscribe Our Newsletter