Halaman

    Social Items

Ads 728x90

Biografi Mohammad Hatta
Biografi Mohammad Hatta

Biografi Singkat Mohammad Hatta

Nama Lengkap : Dr. (HC) Drs. H. Mohammad Hatta (Bung Hatta)
Tanggal Lahir : 12 Agustus 1902
Tempat Lahir : Fotr de Kock sekarang Bukittinggi, Sumatra Barat
Wafat : 14 Maret 1980 di Jakarta
Agama : Islam
Kebangsaan : Indonesia
Dikenal Sebagai : Bapak Koperasi Indonesia
Nama Orang Tua : Muhammad Djamil (ayah), Siti Saleha (ibu)
Istri : Rahmi Rachim
Anak : Meutia Hatta, Halida Hatta, Des Alwi, Gemala Hatta
Pendidikan : Universitas Erasmus Rotterdam Belanda

Biografi Lengkap Mohammad Hatta

Dr. Drs. H. Mohammat Hatta lahir di Bukittinggi Sumatra Barat pada 12 Agustus 1902. Mohammat Hatta lahir dengan nama Mohammat Athar dan populer dengan sebutan Bung Hatta. Beliau wafat pada tanggal 14 Maret 1980 di Jakarta pada umur 77 tahun. Moh Hatta adalah seorang tokoh pejuang, negarawan, pakar ekonomi, dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang Pertama pada masa Presiden Ir. Soekarno. Ia bersama dengan Soekarno memerankan peranan yang penting dalam peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Mohammad Hatta meninggal dunia pada tahun 14 Maret 1980 dan dimakamkan di Tanah Kusir, Jakarta. Bung Hatta ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia melalui  Keputusan Presiden nomor 081/TK/1986 pada tanggal 23 Oktober 1986. Sebagai penghormatan atas jasa-jasanya, Bandar Udara Internasional Tangerang Banten, Bandar Udara Soekarno-Hatta, menggunakan namanya dan nama Mohammad Hatta juga diabadikan di Belanda sebagai nama jalan di kawasan perumahan Zuiderpolder, Haarlem dengan nama Mohammed Hattastraat.

Latar Belakang Mohammad Hatta

Berikut ini adalah latar belakang Bung Hatta yang meliputi masa kecil Mohammad Hatta, riwayat pendidikan dan organisasi, serta menceritakan sekilas keluarga Mohammad Hatta. 

Masa Kecil Mohammad Hatta

Lahir dengan nama Mohammad Athar  pada 12 Agustus 1902, Bukittinggi, Sumatra Barat. Sejak kecil, beliau dibesarkan dan dididik dalam keluarga yang taat beragama Islam, di Kota Bukittinggi. Ia merupakan anak kedua setelah Raifah yang lahir pada tahun 1900. Ayahnya wafat pada saat ia berumur tujuh bulan. Setelah ayah kandung Mohammad Hatta meninggal, ibunya menikah lagi dengan dengan seorang pedagang dari Palembang yang bernama Agus Haji Ning.

Pada saat masih kecil, Mohammad Hatta sudah ditempa dengan ilmu-ilmu agama. Ia pernah belajar Agama kepada  Muhammad Jamil Jambek, Abdullah Ahmad, dan beberapa ulama lainnya. Ilmu perekonomian dan perdagangan juga ia pelajari semenjak masih kecil. Sehingga pada saat di Padang, ia mengenal pedagang-pedagang yang masuk anggota Serikat Usaha dan juga aktif dalam Organisasi Jong Sumatranen Bond sebagai bendahara.

Keluarga Mohammad Hatta

Lahir dari keluarga Ulama Mimangkabau, Sumatra Barat, ayahnya bernama H. Muhammad Djamil dan Siti Saleha yang berasal dari Minangkabau adalah ibunya. Muhammad Djamil merupakan seoarang keturunan Ulama tarekat di Batuhampar dekat Payakumuh, Sumatra Barat. Sedangkan ibunya berasal dari keluarga pedagang di Bukit Tinggi Sumatra Barat.

Kakek dari jalur ayah bernama  Abdurahman Batuhampar dikenal sebagai ulama pendiri Surau Batuhampar (Lembaga Pendidikan non-Formal) seperti Pesantren, akan tetapi pasca Perang Padri hanya sedikit surau yang bertahan.

Mohammad Hatta menikah dengan Rahmi Hatta pada tanggal 18 November 1945. Tiga hari setelah pernikahan, mereka pindah di Yogyakarta. Dari pernikahan mereka berdua dikaruniai tiga orang anak perempuan yang bernama  Meutia Farida Hatta, Gemala Rabi'ah Hatta, dan Halida Nuriah Hatta.

Pendidikan dan Organisasi Mohammad Hatta

Dia menempuh pendidikan dasar di Sekolah Melayu, Bukit Tinggi. Pada tahun 1913 dia melanjutkan studi ke Europeesche Lagere School (ELS)  di Padang (kini SMA Negeri 1 Padang) dan lulus pada tahun 1916, kemudian masuk ke  Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs (MULO) di kota yang sama dan tamat pada tahun 1919. ELS adalah Sekolah Dasar pada zaman kolonial Hindia Belanda di Indonesia. MULO adalah Sekolah Menegah Pertama pada zaman kolonial Belanda di Indonesia.

Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs adalah bahasa Belanda yang berarti “pendidikan dasar yang lebih luas”.

Pada tahun yang sama ia merantau ke Batavia (sekarang: Jakarta) untuk studi di Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik School, dan lulus pada tahun 1921. Setelah lulus dari Sekolah Tinggi Dagang tersebut  beliau pergi ke Rotterdam, Belanda. Bung Hatta mengikuti kuliah di Handels Hogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam Belanda  yang kini menjadi Universitas Erasmus Rotterdam. Di Belanda ia mengambil jurusan ekonomi perdagangan, kemudian pindah jurusan ekonomi kenegaraan. Bung Hatta menyelesaikan kuliahnya tahun 1932, dengan gelar sarjana ekonomi.

Handels Hogeschool, dalam sumber lain menyebutkan nama yang agak berbeda yaitu; Nederland Handelshogeschool dan  Handels Hoogere School. Namun ketiga nama tersebut merujuk pada perguruan tinggi yang sama yaitu yang sekarang menjadi Universitas Erasmus Rotterdam.

Pengalaman berorganisasi Bung Matta dimulai dengan menjadi anggota klub sepak bola Swallow semasa sekolah MULO di Padang, dan kemudian menjadi bendahara. Pada akhir tahun 1917, Bung Hatta dipilih sebagai bendahara Jong Sumatranen Bond (JSB) Padang. Beliau dianggap sudah berpengalaman dalam bidang keuangan, juga seorang yang jujur.

Pada waktu beliau sekolah di Jakarta, dipilih sebagai bendahara JSB pusat. JSB pusat menerbitkan majalah Long Sumatra yang sedang dalam kondisi kesulitan keuangan, dan di  tangan beliau, kesulitan dapat teratasi dan majalah dapat diterbitkan kembali.

Nama Hatta semakin dikenal oleh para mahasiswa Indonesia di Belanda, yaitu perkumpulan Indische Vereniging yang didirikan pada tahun 1908, yang kemudian berganti namanya menjadi Indonesische Vereniging pada tahun 1922 dan kemudian berganti nama lagi menjadi Perhimpunan Indonesia (PI).

Pada tahun 1921, Bung Hatta bergabung dengan dalam organisasi Indische Vereniging yang kemudian diangkat sebagai bendahara. Karena berpengalaman memimpin majalah, maka beliau diserahi tugas memimpin majalah Hindia Putra, yang diterbitkan oleh perkumpulan tersebut. Hindia Putra kemudian berganti nama menjadi Indonesia Merdeka. Pada tahun 1923 Bung Hatta dipilih menjadi bendahara, karena sangat cemerlang, pada tahun 1926 beliau dipilih sebagai ketua PI sampai dengan tahun 1931.

Pada tanggal 25 September 1927 Bung Hatta ditangkap Belanda, beliau dituduh telah menjadi seorang komunis. Bung Hatta juga dituduh menghasut rakyat supaya memberontak. Beliau diadili pada sidang pertama tanggal 8 Maret 1928. Di dalam penjara Bung Hatta menyusun naskah pembelaan, yang akan diucapkan di pengadilan. Sidang ke-dua pada tanggal 28 Maret 1928 Bung Hatta membacakan naskah pembelaannya dalam bahasa Belanda dengan berjudul "Indonesia Vrij”. 

Naskah pembelaan setebal 94 halaman tersebut kini di simpan dalam bentuk buku digital fullteks oleh Perpustakaan kota Arnhem, Belanda (Bibliotheek Arnhem), dengan judul "Indonesie Vrij" tertanggal 28 September 1928. Isi naskah tersebut adalah uraian nasib bangsa Indonesia akibat penjajahan Belanda, uraian tujuan organisasi PI yang tidak memakai kekerasan dan tidak menghasut masyarakat untuk memberontak, perjuangan PI adalah perjuangan politik untuk melenyapkan penjajahan Belanda.

Dalam buku "Mengenang Bung Hatta" , sekretaris pribadi Bung Hatta yaitu Widjaja (1988), menyebutkan bahwa Bung Hatta adalah tokoh pergerakan Nasional. Sejarah perjuangan bangsa Indonesia mengalami perubahan yang cukup mendasar sejak lahirnya organisasi-organisasi pergerakan yang dipelopori oleh Budi Utomo dan Sarekat Dagang Islam.

Perjuangan memasuki era baru, yaitu corak perjuangan tidak lagi menggunakan kekerasan senjata, lebih menekankan perjuangan lewat organisasi politik yang teratur, dan dirasakan kesadaran baru arti pentingnya persatuan dan kesatuan, serta perjuangan secara serentak di berbagai daerah di seluruh Indonesia. Bung Hatta memberi andil yang besar dalam memajukan kegiatan pergerakan politik.

Shadily (1982) menyebutkan bahwa pada tahun 1927-1931 Bung Hatta menjadi anggota pucuk pimpinan Liga Melawan Imperialisme dan Penjajahan, berkedudukan di Berlin, mewakili Indonesia. Bung Hatta juga menghadiri Kongres Democratique International di Beirville (Paris) pada tahun 1936.
Baca Juga:

Pulang ke Indonesia

Setelah selesai studi di Belanda dan berbagai perjuangan yang telah ia lalui, kini Mohammad Hatta pulang ke Tanah Air Indonesia pada tahun 1932. Sekembalinya ke tanah air, dan setelah mengundurkan diri dari PI, 1933-1934 Bung Hatta menjadi ketua Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Baru), yang menerbitkan majalah Daulat Ra'jat.

Mohammad Hatta setibanya di Indonesia diajak bergabung oleh Sosialis Merdeka Onafhankelijke Socialistische Partij (OSP) untuk menjadi anggota parlemen Belanda namun, ia menolaknya. Sebenarnya ia pun tidak setuju jika orang Indonesia menjadi anggota parlemen Belanda, sehingga Bung Hatta menolak dengan alasan “ia perlu berada dan berjuang di Indonesia”.

Akan tetapi, pihak OSP mengirim telegram ke Indonesia yang berisikan kesediaannya untuk bergabung dalam anggota parlemen Belanda pada 6 Desember 1932. Sehingga menjadi perdebatan yang hangat di kalangan Indonesia, sampai-sampai Soekarno menuduhnya tidak konsisten dalam menjalankan sistem non-kooperatif.

Bung Hatta ditangkap oleh pemerintah Belanda pada 25 Februari 1934-1935, dan dibuang ke Boven Digul Irian Jaya pada tahun 1935-1936. Pada tahun 1936-1942 Bung Hatta dipindah ke Bandaneira, kemudian tahun 1942 dipindah ke Sukabumi, dan dibebaskan pada 9 Maret 1942.

Pada bulan April 1942, beliau menjadi kepala kantor penasehat pada kantor pemerintah Balatentara Dai Nippon. Ensiklopedi tokoh Indonesia (2002) menyebutkan bahwa Bung Hatta menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada Mei 1945, kemudian menjadi wakil ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada 7 Agustus 1945, dan dituntaskan sebagai Proklamator Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945.

Bung Hatta menjadi wakil Presiden RI pertama pada 18 Agustus 1945, tetapi pada Januari 1948-Desember 1949  menjabat Wakil Presiden sekaligus merangkap Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan. Bung Hatta menjadi ketua delegasi Indonesia pada Konferensi Meja Bundar di Den Haag dan menerima penyerahan kedaulatan dari Ratu Juliana pada 1949.

Jabatan berikutnya adalah Wakil Presiden merangkap sebagai Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Kabinet RIS pada Desember 1949-Agustus 1950, kemudian mengundurkan diri dari jabatan Wakil Presiden pada 1 Desember 1956. Bung Hatta menjadi Penasehat Presiden dan Penasehat Komisi IV tentang masalah korupsi pada 1969 dan menjadi Ketua Panitia Lima yang bertugas memberikan perumusan penafsiran mengenai Pancasila pada 1975.

Mohammad Hatta Meninggal Dunia

Bung Hatta wafat pada tanggal 14 Maret 1980 di Rumah Sakit Dr Tjipto Mangunkusumo, Jakarta, pada usia 77 tahun. Pada tanggal 15 Maret 1980 beliau almarhum di kebumikan di TPU Tanah Kusir.
Baca Juga:

Karya dan Penghargaan Mohammad Hatta

Bung Hatta sangat berjasa mengembangkan bidang pendidikan. Sepulang dari negeri Belanda, Bung Hatta memberikan kursus untuk para kader PNI baru. Setelah Indonesia merdeka, sejak tahun 1950 Bung Hatta mulai mengajar di SSKAD (Sekolah Staf Komando Angkatan Darat) di Bandung dan di beberapa Universitas yang sudah ada waktu itu, antara lain Universitas Gadjah Mada dan Universitas Indonesia.

Tempat beliau mengajar lainnya setelah mengundurkan diri dari wakil presiden ialah di Universitas Padjadjaran dan Universitas Hasanuddin. Sewaktu memegang jabatan sebagai Wakil Presiden, dalam tahun 1950-an, beliau mengajar di Fakultas Ekonomi dan Fakultas Sosial Politik UGM. Dalam satu bulan, seminggu penuh diabdikan untuk mengajar di UGM.

Kongres Koperasi Indonesia di Bandung, Juli 1953 menetapkan Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Bung Hatta orang pertama yang gigih mengusahakan konsep koperasi Indonesia untuk dijadikan tulang punggung perekonomian rakyat Indonesia.

Bung Hatta adalah orang yang merumuskan pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, di samping merumuskan beberapa pasal lainnya. Pasal ini pada prinsipnya mengatur dan sekaligus menjadi dasar utama bagi politik perekonomian dan politik sosial Negara RI. Beliau juga tidak henti-hentinya terjun langsung ke lapangan, ikut membina dan menumbuhkan koperasi dari bawah.

Bung Hatta selain sebagai proklamator kemerdekaan RI, wakil presiden RI pertama, Bung Hatta adalah juga ahli ekonomi, ahli ilmu Negara, ahli ilmu politik, sebagai ilmuwan dan intelektual sejati yang aktif menulis di berbagai media. Menurut Widjaja (1988), terdapat suatu ungkapan yang meresap dalam cara berpikir Bung Hatta: "Dalam perbedaan pendapat, maka lahirlah kebenaran-kebenaran baru". Ungkapan tersebut dianggap sebagai cerminan sikap demokratis Bung Hatta,  sebagai intelektual dalam menanggapi perbedaan pendapat.

Bung Hatta menguasai beberapa bahasa asing, antara lain bahasa Inggris, Belanda, Jerman, dan Francis, karena itu ia mudah berkomunikasi dan menulis. Semasa masih aktif dalam organisasi pergerakan, beliau telah menulis ke berbagai surat kabar, di antaranya Hindia Poetra, Neratja, Surat kabar PNI Baru, Daoelat Ra'jat (dibaca Daulat Rakyat).

Karya-karya Bung Hatta berupa buku lebih kurang 69 judul buku, serta sejumlah brosur yang belum diterbitkan. Buku karya Bung Hatta tersebut dapat dibaca di Perpustakaan Yayasan Idayu dan di Perpustakaan Yayasan Hatta (Hatta Corner UGM). Buku yang diterbitkan kemudian adalah kumpulan-kumpulan pidato, yang juga terdapat di Hatta Corner UGM. Jumlah karya tersebut terlihat bahwa Bung Hatta adalah seorang ilmuwan dan penulis yang produktif.

Karena jasa-jasa dan karya-karyanya itulah, pada 27 November 1956, Universitas Gadjah Mada menganugerahkan gelar Doctor Honoris Causa. Pada periode berikutnya, Universitas Indonesia menganugerahkan gelar Doctor Honoris Causa dalam bidang ilmu hukum pada 30 Agustus 1975. Kemudian pada 10 September 1974, Universitas Hasanuddin menganugerahkan gelar serupa tetapi dalam bidang ilmu ekonomi. Sedangkan Universitas Padjdjaran selain menganugerahkan gelar Doctor Honoris Causa, juga mengangkat beliau sebagai guru besar luar biasa dalam bidang politik perekonomian.

Karya-karya Bung Hatta berupa buku, yang terdata di Hatta Corner berjumlah 69 judul, sedangkan karya tentang Bung Hatta oleh penulis lain berjumlah 24 judul. Sedangkan di perpustakaan dan sumber lainnya diperkirakan masih banyak yang belum terdata. Menurut data di sumber database jurnal historis di JSTOR, terdapat 4 artikel karya Bung Hatta, dimuat di jurnal ilmiah dengan tahun terbit 1953-1965. Database Ebsco memuat satu judul artikel karya Bung Hatta.

Biografi Mohammad Hatta Wakil Presiden Indonesia Yang Pertama

Biografi Mohammad Hatta
Biografi Mohammad Hatta

Biografi Singkat Mohammad Hatta

Nama Lengkap : Dr. (HC) Drs. H. Mohammad Hatta (Bung Hatta)
Tanggal Lahir : 12 Agustus 1902
Tempat Lahir : Fotr de Kock sekarang Bukittinggi, Sumatra Barat
Wafat : 14 Maret 1980 di Jakarta
Agama : Islam
Kebangsaan : Indonesia
Dikenal Sebagai : Bapak Koperasi Indonesia
Nama Orang Tua : Muhammad Djamil (ayah), Siti Saleha (ibu)
Istri : Rahmi Rachim
Anak : Meutia Hatta, Halida Hatta, Des Alwi, Gemala Hatta
Pendidikan : Universitas Erasmus Rotterdam Belanda

Biografi Lengkap Mohammad Hatta

Dr. Drs. H. Mohammat Hatta lahir di Bukittinggi Sumatra Barat pada 12 Agustus 1902. Mohammat Hatta lahir dengan nama Mohammat Athar dan populer dengan sebutan Bung Hatta. Beliau wafat pada tanggal 14 Maret 1980 di Jakarta pada umur 77 tahun. Moh Hatta adalah seorang tokoh pejuang, negarawan, pakar ekonomi, dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang Pertama pada masa Presiden Ir. Soekarno. Ia bersama dengan Soekarno memerankan peranan yang penting dalam peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Mohammad Hatta meninggal dunia pada tahun 14 Maret 1980 dan dimakamkan di Tanah Kusir, Jakarta. Bung Hatta ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia melalui  Keputusan Presiden nomor 081/TK/1986 pada tanggal 23 Oktober 1986. Sebagai penghormatan atas jasa-jasanya, Bandar Udara Internasional Tangerang Banten, Bandar Udara Soekarno-Hatta, menggunakan namanya dan nama Mohammad Hatta juga diabadikan di Belanda sebagai nama jalan di kawasan perumahan Zuiderpolder, Haarlem dengan nama Mohammed Hattastraat.

Latar Belakang Mohammad Hatta

Berikut ini adalah latar belakang Bung Hatta yang meliputi masa kecil Mohammad Hatta, riwayat pendidikan dan organisasi, serta menceritakan sekilas keluarga Mohammad Hatta. 

Masa Kecil Mohammad Hatta

Lahir dengan nama Mohammad Athar  pada 12 Agustus 1902, Bukittinggi, Sumatra Barat. Sejak kecil, beliau dibesarkan dan dididik dalam keluarga yang taat beragama Islam, di Kota Bukittinggi. Ia merupakan anak kedua setelah Raifah yang lahir pada tahun 1900. Ayahnya wafat pada saat ia berumur tujuh bulan. Setelah ayah kandung Mohammad Hatta meninggal, ibunya menikah lagi dengan dengan seorang pedagang dari Palembang yang bernama Agus Haji Ning.

Pada saat masih kecil, Mohammad Hatta sudah ditempa dengan ilmu-ilmu agama. Ia pernah belajar Agama kepada  Muhammad Jamil Jambek, Abdullah Ahmad, dan beberapa ulama lainnya. Ilmu perekonomian dan perdagangan juga ia pelajari semenjak masih kecil. Sehingga pada saat di Padang, ia mengenal pedagang-pedagang yang masuk anggota Serikat Usaha dan juga aktif dalam Organisasi Jong Sumatranen Bond sebagai bendahara.

Keluarga Mohammad Hatta

Lahir dari keluarga Ulama Mimangkabau, Sumatra Barat, ayahnya bernama H. Muhammad Djamil dan Siti Saleha yang berasal dari Minangkabau adalah ibunya. Muhammad Djamil merupakan seoarang keturunan Ulama tarekat di Batuhampar dekat Payakumuh, Sumatra Barat. Sedangkan ibunya berasal dari keluarga pedagang di Bukit Tinggi Sumatra Barat.

Kakek dari jalur ayah bernama  Abdurahman Batuhampar dikenal sebagai ulama pendiri Surau Batuhampar (Lembaga Pendidikan non-Formal) seperti Pesantren, akan tetapi pasca Perang Padri hanya sedikit surau yang bertahan.

Mohammad Hatta menikah dengan Rahmi Hatta pada tanggal 18 November 1945. Tiga hari setelah pernikahan, mereka pindah di Yogyakarta. Dari pernikahan mereka berdua dikaruniai tiga orang anak perempuan yang bernama  Meutia Farida Hatta, Gemala Rabi'ah Hatta, dan Halida Nuriah Hatta.

Pendidikan dan Organisasi Mohammad Hatta

Dia menempuh pendidikan dasar di Sekolah Melayu, Bukit Tinggi. Pada tahun 1913 dia melanjutkan studi ke Europeesche Lagere School (ELS)  di Padang (kini SMA Negeri 1 Padang) dan lulus pada tahun 1916, kemudian masuk ke  Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs (MULO) di kota yang sama dan tamat pada tahun 1919. ELS adalah Sekolah Dasar pada zaman kolonial Hindia Belanda di Indonesia. MULO adalah Sekolah Menegah Pertama pada zaman kolonial Belanda di Indonesia.

Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs adalah bahasa Belanda yang berarti “pendidikan dasar yang lebih luas”.

Pada tahun yang sama ia merantau ke Batavia (sekarang: Jakarta) untuk studi di Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik School, dan lulus pada tahun 1921. Setelah lulus dari Sekolah Tinggi Dagang tersebut  beliau pergi ke Rotterdam, Belanda. Bung Hatta mengikuti kuliah di Handels Hogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam Belanda  yang kini menjadi Universitas Erasmus Rotterdam. Di Belanda ia mengambil jurusan ekonomi perdagangan, kemudian pindah jurusan ekonomi kenegaraan. Bung Hatta menyelesaikan kuliahnya tahun 1932, dengan gelar sarjana ekonomi.

Handels Hogeschool, dalam sumber lain menyebutkan nama yang agak berbeda yaitu; Nederland Handelshogeschool dan  Handels Hoogere School. Namun ketiga nama tersebut merujuk pada perguruan tinggi yang sama yaitu yang sekarang menjadi Universitas Erasmus Rotterdam.

Pengalaman berorganisasi Bung Matta dimulai dengan menjadi anggota klub sepak bola Swallow semasa sekolah MULO di Padang, dan kemudian menjadi bendahara. Pada akhir tahun 1917, Bung Hatta dipilih sebagai bendahara Jong Sumatranen Bond (JSB) Padang. Beliau dianggap sudah berpengalaman dalam bidang keuangan, juga seorang yang jujur.

Pada waktu beliau sekolah di Jakarta, dipilih sebagai bendahara JSB pusat. JSB pusat menerbitkan majalah Long Sumatra yang sedang dalam kondisi kesulitan keuangan, dan di  tangan beliau, kesulitan dapat teratasi dan majalah dapat diterbitkan kembali.

Nama Hatta semakin dikenal oleh para mahasiswa Indonesia di Belanda, yaitu perkumpulan Indische Vereniging yang didirikan pada tahun 1908, yang kemudian berganti namanya menjadi Indonesische Vereniging pada tahun 1922 dan kemudian berganti nama lagi menjadi Perhimpunan Indonesia (PI).

Pada tahun 1921, Bung Hatta bergabung dengan dalam organisasi Indische Vereniging yang kemudian diangkat sebagai bendahara. Karena berpengalaman memimpin majalah, maka beliau diserahi tugas memimpin majalah Hindia Putra, yang diterbitkan oleh perkumpulan tersebut. Hindia Putra kemudian berganti nama menjadi Indonesia Merdeka. Pada tahun 1923 Bung Hatta dipilih menjadi bendahara, karena sangat cemerlang, pada tahun 1926 beliau dipilih sebagai ketua PI sampai dengan tahun 1931.

Pada tanggal 25 September 1927 Bung Hatta ditangkap Belanda, beliau dituduh telah menjadi seorang komunis. Bung Hatta juga dituduh menghasut rakyat supaya memberontak. Beliau diadili pada sidang pertama tanggal 8 Maret 1928. Di dalam penjara Bung Hatta menyusun naskah pembelaan, yang akan diucapkan di pengadilan. Sidang ke-dua pada tanggal 28 Maret 1928 Bung Hatta membacakan naskah pembelaannya dalam bahasa Belanda dengan berjudul "Indonesia Vrij”. 

Naskah pembelaan setebal 94 halaman tersebut kini di simpan dalam bentuk buku digital fullteks oleh Perpustakaan kota Arnhem, Belanda (Bibliotheek Arnhem), dengan judul "Indonesie Vrij" tertanggal 28 September 1928. Isi naskah tersebut adalah uraian nasib bangsa Indonesia akibat penjajahan Belanda, uraian tujuan organisasi PI yang tidak memakai kekerasan dan tidak menghasut masyarakat untuk memberontak, perjuangan PI adalah perjuangan politik untuk melenyapkan penjajahan Belanda.

Dalam buku "Mengenang Bung Hatta" , sekretaris pribadi Bung Hatta yaitu Widjaja (1988), menyebutkan bahwa Bung Hatta adalah tokoh pergerakan Nasional. Sejarah perjuangan bangsa Indonesia mengalami perubahan yang cukup mendasar sejak lahirnya organisasi-organisasi pergerakan yang dipelopori oleh Budi Utomo dan Sarekat Dagang Islam.

Perjuangan memasuki era baru, yaitu corak perjuangan tidak lagi menggunakan kekerasan senjata, lebih menekankan perjuangan lewat organisasi politik yang teratur, dan dirasakan kesadaran baru arti pentingnya persatuan dan kesatuan, serta perjuangan secara serentak di berbagai daerah di seluruh Indonesia. Bung Hatta memberi andil yang besar dalam memajukan kegiatan pergerakan politik.

Shadily (1982) menyebutkan bahwa pada tahun 1927-1931 Bung Hatta menjadi anggota pucuk pimpinan Liga Melawan Imperialisme dan Penjajahan, berkedudukan di Berlin, mewakili Indonesia. Bung Hatta juga menghadiri Kongres Democratique International di Beirville (Paris) pada tahun 1936.
Baca Juga:

Pulang ke Indonesia

Setelah selesai studi di Belanda dan berbagai perjuangan yang telah ia lalui, kini Mohammad Hatta pulang ke Tanah Air Indonesia pada tahun 1932. Sekembalinya ke tanah air, dan setelah mengundurkan diri dari PI, 1933-1934 Bung Hatta menjadi ketua Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Baru), yang menerbitkan majalah Daulat Ra'jat.

Mohammad Hatta setibanya di Indonesia diajak bergabung oleh Sosialis Merdeka Onafhankelijke Socialistische Partij (OSP) untuk menjadi anggota parlemen Belanda namun, ia menolaknya. Sebenarnya ia pun tidak setuju jika orang Indonesia menjadi anggota parlemen Belanda, sehingga Bung Hatta menolak dengan alasan “ia perlu berada dan berjuang di Indonesia”.

Akan tetapi, pihak OSP mengirim telegram ke Indonesia yang berisikan kesediaannya untuk bergabung dalam anggota parlemen Belanda pada 6 Desember 1932. Sehingga menjadi perdebatan yang hangat di kalangan Indonesia, sampai-sampai Soekarno menuduhnya tidak konsisten dalam menjalankan sistem non-kooperatif.

Bung Hatta ditangkap oleh pemerintah Belanda pada 25 Februari 1934-1935, dan dibuang ke Boven Digul Irian Jaya pada tahun 1935-1936. Pada tahun 1936-1942 Bung Hatta dipindah ke Bandaneira, kemudian tahun 1942 dipindah ke Sukabumi, dan dibebaskan pada 9 Maret 1942.

Pada bulan April 1942, beliau menjadi kepala kantor penasehat pada kantor pemerintah Balatentara Dai Nippon. Ensiklopedi tokoh Indonesia (2002) menyebutkan bahwa Bung Hatta menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada Mei 1945, kemudian menjadi wakil ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada 7 Agustus 1945, dan dituntaskan sebagai Proklamator Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945.

Bung Hatta menjadi wakil Presiden RI pertama pada 18 Agustus 1945, tetapi pada Januari 1948-Desember 1949  menjabat Wakil Presiden sekaligus merangkap Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan. Bung Hatta menjadi ketua delegasi Indonesia pada Konferensi Meja Bundar di Den Haag dan menerima penyerahan kedaulatan dari Ratu Juliana pada 1949.

Jabatan berikutnya adalah Wakil Presiden merangkap sebagai Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Kabinet RIS pada Desember 1949-Agustus 1950, kemudian mengundurkan diri dari jabatan Wakil Presiden pada 1 Desember 1956. Bung Hatta menjadi Penasehat Presiden dan Penasehat Komisi IV tentang masalah korupsi pada 1969 dan menjadi Ketua Panitia Lima yang bertugas memberikan perumusan penafsiran mengenai Pancasila pada 1975.

Mohammad Hatta Meninggal Dunia

Bung Hatta wafat pada tanggal 14 Maret 1980 di Rumah Sakit Dr Tjipto Mangunkusumo, Jakarta, pada usia 77 tahun. Pada tanggal 15 Maret 1980 beliau almarhum di kebumikan di TPU Tanah Kusir.
Baca Juga:

Karya dan Penghargaan Mohammad Hatta

Bung Hatta sangat berjasa mengembangkan bidang pendidikan. Sepulang dari negeri Belanda, Bung Hatta memberikan kursus untuk para kader PNI baru. Setelah Indonesia merdeka, sejak tahun 1950 Bung Hatta mulai mengajar di SSKAD (Sekolah Staf Komando Angkatan Darat) di Bandung dan di beberapa Universitas yang sudah ada waktu itu, antara lain Universitas Gadjah Mada dan Universitas Indonesia.

Tempat beliau mengajar lainnya setelah mengundurkan diri dari wakil presiden ialah di Universitas Padjadjaran dan Universitas Hasanuddin. Sewaktu memegang jabatan sebagai Wakil Presiden, dalam tahun 1950-an, beliau mengajar di Fakultas Ekonomi dan Fakultas Sosial Politik UGM. Dalam satu bulan, seminggu penuh diabdikan untuk mengajar di UGM.

Kongres Koperasi Indonesia di Bandung, Juli 1953 menetapkan Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Bung Hatta orang pertama yang gigih mengusahakan konsep koperasi Indonesia untuk dijadikan tulang punggung perekonomian rakyat Indonesia.

Bung Hatta adalah orang yang merumuskan pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, di samping merumuskan beberapa pasal lainnya. Pasal ini pada prinsipnya mengatur dan sekaligus menjadi dasar utama bagi politik perekonomian dan politik sosial Negara RI. Beliau juga tidak henti-hentinya terjun langsung ke lapangan, ikut membina dan menumbuhkan koperasi dari bawah.

Bung Hatta selain sebagai proklamator kemerdekaan RI, wakil presiden RI pertama, Bung Hatta adalah juga ahli ekonomi, ahli ilmu Negara, ahli ilmu politik, sebagai ilmuwan dan intelektual sejati yang aktif menulis di berbagai media. Menurut Widjaja (1988), terdapat suatu ungkapan yang meresap dalam cara berpikir Bung Hatta: "Dalam perbedaan pendapat, maka lahirlah kebenaran-kebenaran baru". Ungkapan tersebut dianggap sebagai cerminan sikap demokratis Bung Hatta,  sebagai intelektual dalam menanggapi perbedaan pendapat.

Bung Hatta menguasai beberapa bahasa asing, antara lain bahasa Inggris, Belanda, Jerman, dan Francis, karena itu ia mudah berkomunikasi dan menulis. Semasa masih aktif dalam organisasi pergerakan, beliau telah menulis ke berbagai surat kabar, di antaranya Hindia Poetra, Neratja, Surat kabar PNI Baru, Daoelat Ra'jat (dibaca Daulat Rakyat).

Karya-karya Bung Hatta berupa buku lebih kurang 69 judul buku, serta sejumlah brosur yang belum diterbitkan. Buku karya Bung Hatta tersebut dapat dibaca di Perpustakaan Yayasan Idayu dan di Perpustakaan Yayasan Hatta (Hatta Corner UGM). Buku yang diterbitkan kemudian adalah kumpulan-kumpulan pidato, yang juga terdapat di Hatta Corner UGM. Jumlah karya tersebut terlihat bahwa Bung Hatta adalah seorang ilmuwan dan penulis yang produktif.

Karena jasa-jasa dan karya-karyanya itulah, pada 27 November 1956, Universitas Gadjah Mada menganugerahkan gelar Doctor Honoris Causa. Pada periode berikutnya, Universitas Indonesia menganugerahkan gelar Doctor Honoris Causa dalam bidang ilmu hukum pada 30 Agustus 1975. Kemudian pada 10 September 1974, Universitas Hasanuddin menganugerahkan gelar serupa tetapi dalam bidang ilmu ekonomi. Sedangkan Universitas Padjdjaran selain menganugerahkan gelar Doctor Honoris Causa, juga mengangkat beliau sebagai guru besar luar biasa dalam bidang politik perekonomian.

Karya-karya Bung Hatta berupa buku, yang terdata di Hatta Corner berjumlah 69 judul, sedangkan karya tentang Bung Hatta oleh penulis lain berjumlah 24 judul. Sedangkan di perpustakaan dan sumber lainnya diperkirakan masih banyak yang belum terdata. Menurut data di sumber database jurnal historis di JSTOR, terdapat 4 artikel karya Bung Hatta, dimuat di jurnal ilmiah dengan tahun terbit 1953-1965. Database Ebsco memuat satu judul artikel karya Bung Hatta.

Subscribe Our Newsletter