Halaman

    Social Items

Ads 728x90

Biografi Ki Hajar Dewantara
Biografi Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara adalah bapak pendidikan Nasional yang mempelopori pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman pejajahan Belanda. Ia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, yaitu suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi untuk mendapatkan hak pendidikan seperti para kaum bangsawan dan orang Belanda. Ia juga seorang pahlawan nasional, aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, dan juga seorang politikus.

Sebagai Pahlawan Nasional yang ke-2 dan dikukuhkan oleh Presiden pertama Ir. Soekarno pada 28 November 1959 melalui Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia N0. 305 pada tanggal 28 November 1959.

Biografi Ki Hajar Dewantara

Nama Asli : Raden Mas Soewardi Soerjaningrat
Terkenal Dengan Nama : Ki Hajar Dewantara
Lahir Di : Yogyakarta
Tanggal Lahir : Kamis, 2 Mei 1889
Meninggal Pada : 26 April 1959 di Yogyakarta
Agama : Islam
Orang Tua : Pangeran Soerjaningrat (Ayah), Raden Ayu Sandiah (ibu)
Istri : Nyi Sutartinah
Anak : Ratih Tarbiyah, Syailendra Wijaya, Bambang Sokawati Dewantara, Asti Wandansari, Subroto Aria Mataram. Sudiro Alimurtolo.

Riwayat Hidup Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara lahir pada hari Kamis, 2 Mei 1889 di Pakualaman, Yogyakarta, meninggal pada usia 69 tahun, tanggal 26 April 1959 di Yogyakarta, Indonesia. Beliau lahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat dan terkenal dengan panggilan Ki Hajar Dewantara, ada pula yang menulis dengan ejaan Bahasa Jawa yaitu Ki Hajar Dewantoro. 

1. Latar Belakang dan Riwayat Pendidikan Ki Hajar Dewantara

Sejak kecil Ki Hajar Dewantara diberi nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat. Ia merupakan seorang keturunan dari keluarga kadipaten Pakualaman. Ayahnya bernama Pangeran Soerjaningrat, sedangkan kakeknya adalah Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo  Pakualam III. Sedangkan ibunya bernama Raden Ayu Sandiah.

Ki Hajar Dewantara menamatkan pendidikan dasar di ELS atau Sekolah Dasar Eropa/Belanda yang hanya menerima anak-anak Eropa/Belanda dan dari keturunan bangsawan. Kemudian ia sempat melanjutkan pendidikannya di STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), namun tidak sampai tamat karena sakit. STOVIA adalah sekolah yang dibuat untuk pendidikan dokter pribumi di kota Batavia pada masa kolonial Hindia-Belanda.

Setelah beliau tidak lagi sekolah, menjadi wartawan atau penulis adalah pekerjaannya. Beliau sebagai penulis di beberapa surat kabar, antara lain di surat kabar Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Beliau tergolong penulis yang handal. Tulisannya bergaya komuniatif dan tajam dengan semangat anti kolonial.

Baca Juga:
Biografi Lengkap Pangeran Diponegoro

2. Organisasi dan Pergerakan

Selain sebagai wartawan yang tangguh, handal, pemberani, dan ulet, Ki Hajar Dewantara juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Boedi Oetomo adalah organisasi yang berdiri pada tahun 1908, ia aktif sebagai seksi propaganda yang menyosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia (terutama Jawa) mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara.

Ki Hajar Dewantara juga bergabung menjadi anggota organisasi Insulinde Partij, yaitu suatu organisasi yang mayoritas kaum Indo yang memperjuangkan pemerintahan sendiri di Hindia Belanda yang didirikan oleh Douwes Dekker (DD). Ki Hajar Dewantara masuk ke organisasi tersebut  atas pengaruh Ernest Douwes Dekker (DD).

Bukti Ki Hajar Dewantara adalah seorang wartawan yang pemberani adalah tulisan yang berjudul Als ik een Nederlander was yang artinya; "Seandainya Aku Seorang Belanda". Artikel tersebut dimuat dalam surat kabar De Expres pada 13 Juli 1913 yang berisi:

Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Ide untuk menyelenggaraan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita keruk pula kantongnya. Ayo teruskan saja penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun baginya.

Tulisan tersebut terasa sangat pedas di kalangan pejabat Belanda, karena pada saat itu pemerintah Hindia Belanda berniat mengumpulkan sumbangan dari warga, termasuk pribumi, untuk perayaan kemerdekaan Belanda dari Perancis pada tahun 1913. Otomatis timbul reaksi kritis dari kalangan nasionalis, termasuk Ki Hajar Dewantara.

3. Ditangkap dan Diasingkan Pemerintah Belanda

Sebenarnya beberapa pejabat Belanda masih meragukan bahwa tulisan tersebut asli dibuat oleh Ki Hajar Dewantara, karena bahasanya berbeda dari tulisan-tulisan lainnya yang dibuat olehnya. Jikalau memang benar bahwa tulisan tersebut adalah buatan Ki Hajar Dewantara, Dowe Deker berperan dalam mengompori-ngompori beliau untuk menulis dengan gaya yang demikian.

Akibatnya, karena tulisan tersebut atas persetujuan Gubernur Jenderal Idenburg ia ditangkap dan diasingkan di Pulau Bangka (atas kemauannya sendiri). Akan tetapi, kedua temannya yaitu Dowes Deker dan Tjipto Mangoenkoesoemo memberikan protes keputusan tersebut. Akibatnya, mereka bertiga diasingkan ke Belanda pada tahun 1913. Selanjutnya ketiga tokoh tersebut (Ki Hajar Dewantara, Dowes Deker, dan Tjipto Mangoenkoesoemo) terkenal dengan julukan Tiga Serangkai.

Dalam pengasingan di Belanda, Ki Hajar Dewantara aktif dalam organisasi Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia) yang beranggotakan para pelajar asal Indonesia. Pada tahun yang sama pula yaitu tahun 1913, ia mendirikan Indonesisch Pers-bureau, "kantor berita Indonesia".

Di sinilah ia kemudian merintis cita-citanya untuk memajukan kaum pribumi dengan belajar ilmu pendidikan hingga memperoleh Europeesche Akta, suatu ijazah pendidikan yang bergengsi yang kelak menjadi pijakan dalam mendirikan lembaga pendidikan yang ia didirikannya.

Dalam studinya ini Soewardi terpikat pada ide-ide sejumlah tokoh pendidikan Barat, seperti  Froebel dan Montessori, serta pergerakan pendidikan India, Santiniketan, oleh keluarga Tagore. Pengaruh-pengaruh inilah yang mendasarinya dalam mengembangkan sistem pendidikannya sendiri.
Baca Juga:
Biografi Mohammad Hatta Wakil Presiden Indonesia Yang Pertama

4. Kembali Ke Tanah Air

Bulan September 1919, Ki Hajar Dewantara pulang ke Tanah Air Indonesia. Ia segera bergabung dalam sekolah yang dibina saudaranya. Pengalaman mengajar yang didapatkan dari Belanda kemudian ia gunakan untuk mengembangkan konsep mengajar di sekolah yang ia dirikan pada tanggal 3 Jili 1922. Nama sekolahan tersebut adalah Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa.

Pada saat usianya genap 40 tahun nama bangsawan yang selama ini ia sandang yaitu Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, ia ganti menjadi nama yang saat ini sangat terkenal yaitu, Ki Hajar Dewantara. Tujuannya adalah agar ia bebas berbaur dengan rakyat.

Semboyan Ki Hajar Dewantara

Semboyan yang saat ini masih dipakai dalam dunia pendidikan rakyat Indonesia, terutama di sekolah-sekolah Perguruan Tamansiswa. Semboyan tersebut adalah  ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. ("di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan").
Biografi Ki Hajar Dewantara
Semboyan Ki Hajar Dewantara


Foto Ki Hajar Dewantara
Foto Ki Hajar Dewantara
Foto Ki Hajar Dewantara


Menjadi Bapak Pendidikan

Usai Indonesia merdeka, Ki Hajar Dewantara diangkat sebagai Menteri Pengajaran Indonesia (posnya disebut sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan) dalam kabinet pertama Republik Indonesia.

Pada tahun 1957 ia mendapat gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa, Dr.H.C.) dari universitas tertua Indonesia, Universitas Gadjah Mada. Atas jasa-jasanya dalam merintis pendidikan umum, Ki Hajar Dewantara dianugerahi gelar Bapak Pendidikan Nasional Indonesia.

Hari kelahiran Ki Hajar Dewantara pada tanggal 2 Mei dijadikan sebagai Hari Pendidikan Nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI no. 305 tahun 1959, tanggal 28 November 1959. Ki Hajar kemudian meninggal dunia di kota Yogyakarta pada tanggal 26 April 1959. Ia dimakamkan di Taman Wijaya Brata.

Pendidikan Menurut Ki Hajar Dewantara

Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara merupakan proses pembudayaan yakni suatu usaha memberikan nilai-nilai luhur kepada generasi baru dalam masyarakat yang tidak hanya bersifat pemeliharaan tetapi juga dengan maksud memajukan serta memperkembangkan kebudayaan menuju ke arah keluhuran hidup kemanusiaan. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan dimulai sejak anak dilahirkan dan berakhir setelah meninggal dunia.

Ki Hadjar Dewantara membedakan antara sistem “Pengajaran” dan “Pendidikan”. Pendidikan dan pengajaran idealnya memerdekakan manusia secara lahiriah dan batiniah selalu relevan untuk segala jaman.Menurutnya pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah (kemiskinan dan kebodohan). Sedangkan pendidikan lebih memerdekakan manusia dari aspek hidup batin (otonomi berpikir dan mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokratik).
Baca Juga:
Biografi Singkat Soeharto Dari Lahir Hingga Wafat
Itulah biografi Ki Hajar Dewantara yang dapat kami sampaikan. Semoga bermanfaat dan dapat menambah Informasi pengetahuan tentang sejarah Indonesia terutama Pahlawan Nasional yang bernama Ki Hajar Dewantara.

Biografi Ki Hajar Dewantara Pelopor Pendidikan Nasional Indonesia

Biografi Ki Hajar Dewantara
Biografi Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara adalah bapak pendidikan Nasional yang mempelopori pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman pejajahan Belanda. Ia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, yaitu suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi untuk mendapatkan hak pendidikan seperti para kaum bangsawan dan orang Belanda. Ia juga seorang pahlawan nasional, aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, dan juga seorang politikus.

Sebagai Pahlawan Nasional yang ke-2 dan dikukuhkan oleh Presiden pertama Ir. Soekarno pada 28 November 1959 melalui Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia N0. 305 pada tanggal 28 November 1959.

Biografi Ki Hajar Dewantara

Nama Asli : Raden Mas Soewardi Soerjaningrat
Terkenal Dengan Nama : Ki Hajar Dewantara
Lahir Di : Yogyakarta
Tanggal Lahir : Kamis, 2 Mei 1889
Meninggal Pada : 26 April 1959 di Yogyakarta
Agama : Islam
Orang Tua : Pangeran Soerjaningrat (Ayah), Raden Ayu Sandiah (ibu)
Istri : Nyi Sutartinah
Anak : Ratih Tarbiyah, Syailendra Wijaya, Bambang Sokawati Dewantara, Asti Wandansari, Subroto Aria Mataram. Sudiro Alimurtolo.

Riwayat Hidup Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara lahir pada hari Kamis, 2 Mei 1889 di Pakualaman, Yogyakarta, meninggal pada usia 69 tahun, tanggal 26 April 1959 di Yogyakarta, Indonesia. Beliau lahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat dan terkenal dengan panggilan Ki Hajar Dewantara, ada pula yang menulis dengan ejaan Bahasa Jawa yaitu Ki Hajar Dewantoro. 

1. Latar Belakang dan Riwayat Pendidikan Ki Hajar Dewantara

Sejak kecil Ki Hajar Dewantara diberi nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat. Ia merupakan seorang keturunan dari keluarga kadipaten Pakualaman. Ayahnya bernama Pangeran Soerjaningrat, sedangkan kakeknya adalah Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo  Pakualam III. Sedangkan ibunya bernama Raden Ayu Sandiah.

Ki Hajar Dewantara menamatkan pendidikan dasar di ELS atau Sekolah Dasar Eropa/Belanda yang hanya menerima anak-anak Eropa/Belanda dan dari keturunan bangsawan. Kemudian ia sempat melanjutkan pendidikannya di STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), namun tidak sampai tamat karena sakit. STOVIA adalah sekolah yang dibuat untuk pendidikan dokter pribumi di kota Batavia pada masa kolonial Hindia-Belanda.

Setelah beliau tidak lagi sekolah, menjadi wartawan atau penulis adalah pekerjaannya. Beliau sebagai penulis di beberapa surat kabar, antara lain di surat kabar Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Beliau tergolong penulis yang handal. Tulisannya bergaya komuniatif dan tajam dengan semangat anti kolonial.

Baca Juga:
Biografi Lengkap Pangeran Diponegoro

2. Organisasi dan Pergerakan

Selain sebagai wartawan yang tangguh, handal, pemberani, dan ulet, Ki Hajar Dewantara juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Boedi Oetomo adalah organisasi yang berdiri pada tahun 1908, ia aktif sebagai seksi propaganda yang menyosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia (terutama Jawa) mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara.

Ki Hajar Dewantara juga bergabung menjadi anggota organisasi Insulinde Partij, yaitu suatu organisasi yang mayoritas kaum Indo yang memperjuangkan pemerintahan sendiri di Hindia Belanda yang didirikan oleh Douwes Dekker (DD). Ki Hajar Dewantara masuk ke organisasi tersebut  atas pengaruh Ernest Douwes Dekker (DD).

Bukti Ki Hajar Dewantara adalah seorang wartawan yang pemberani adalah tulisan yang berjudul Als ik een Nederlander was yang artinya; "Seandainya Aku Seorang Belanda". Artikel tersebut dimuat dalam surat kabar De Expres pada 13 Juli 1913 yang berisi:

Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Ide untuk menyelenggaraan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita keruk pula kantongnya. Ayo teruskan saja penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun baginya.

Tulisan tersebut terasa sangat pedas di kalangan pejabat Belanda, karena pada saat itu pemerintah Hindia Belanda berniat mengumpulkan sumbangan dari warga, termasuk pribumi, untuk perayaan kemerdekaan Belanda dari Perancis pada tahun 1913. Otomatis timbul reaksi kritis dari kalangan nasionalis, termasuk Ki Hajar Dewantara.

3. Ditangkap dan Diasingkan Pemerintah Belanda

Sebenarnya beberapa pejabat Belanda masih meragukan bahwa tulisan tersebut asli dibuat oleh Ki Hajar Dewantara, karena bahasanya berbeda dari tulisan-tulisan lainnya yang dibuat olehnya. Jikalau memang benar bahwa tulisan tersebut adalah buatan Ki Hajar Dewantara, Dowe Deker berperan dalam mengompori-ngompori beliau untuk menulis dengan gaya yang demikian.

Akibatnya, karena tulisan tersebut atas persetujuan Gubernur Jenderal Idenburg ia ditangkap dan diasingkan di Pulau Bangka (atas kemauannya sendiri). Akan tetapi, kedua temannya yaitu Dowes Deker dan Tjipto Mangoenkoesoemo memberikan protes keputusan tersebut. Akibatnya, mereka bertiga diasingkan ke Belanda pada tahun 1913. Selanjutnya ketiga tokoh tersebut (Ki Hajar Dewantara, Dowes Deker, dan Tjipto Mangoenkoesoemo) terkenal dengan julukan Tiga Serangkai.

Dalam pengasingan di Belanda, Ki Hajar Dewantara aktif dalam organisasi Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia) yang beranggotakan para pelajar asal Indonesia. Pada tahun yang sama pula yaitu tahun 1913, ia mendirikan Indonesisch Pers-bureau, "kantor berita Indonesia".

Di sinilah ia kemudian merintis cita-citanya untuk memajukan kaum pribumi dengan belajar ilmu pendidikan hingga memperoleh Europeesche Akta, suatu ijazah pendidikan yang bergengsi yang kelak menjadi pijakan dalam mendirikan lembaga pendidikan yang ia didirikannya.

Dalam studinya ini Soewardi terpikat pada ide-ide sejumlah tokoh pendidikan Barat, seperti  Froebel dan Montessori, serta pergerakan pendidikan India, Santiniketan, oleh keluarga Tagore. Pengaruh-pengaruh inilah yang mendasarinya dalam mengembangkan sistem pendidikannya sendiri.
Baca Juga:
Biografi Mohammad Hatta Wakil Presiden Indonesia Yang Pertama

4. Kembali Ke Tanah Air

Bulan September 1919, Ki Hajar Dewantara pulang ke Tanah Air Indonesia. Ia segera bergabung dalam sekolah yang dibina saudaranya. Pengalaman mengajar yang didapatkan dari Belanda kemudian ia gunakan untuk mengembangkan konsep mengajar di sekolah yang ia dirikan pada tanggal 3 Jili 1922. Nama sekolahan tersebut adalah Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa.

Pada saat usianya genap 40 tahun nama bangsawan yang selama ini ia sandang yaitu Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, ia ganti menjadi nama yang saat ini sangat terkenal yaitu, Ki Hajar Dewantara. Tujuannya adalah agar ia bebas berbaur dengan rakyat.

Semboyan Ki Hajar Dewantara

Semboyan yang saat ini masih dipakai dalam dunia pendidikan rakyat Indonesia, terutama di sekolah-sekolah Perguruan Tamansiswa. Semboyan tersebut adalah  ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. ("di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan").
Biografi Ki Hajar Dewantara
Semboyan Ki Hajar Dewantara


Foto Ki Hajar Dewantara
Foto Ki Hajar Dewantara
Foto Ki Hajar Dewantara


Menjadi Bapak Pendidikan

Usai Indonesia merdeka, Ki Hajar Dewantara diangkat sebagai Menteri Pengajaran Indonesia (posnya disebut sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan) dalam kabinet pertama Republik Indonesia.

Pada tahun 1957 ia mendapat gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa, Dr.H.C.) dari universitas tertua Indonesia, Universitas Gadjah Mada. Atas jasa-jasanya dalam merintis pendidikan umum, Ki Hajar Dewantara dianugerahi gelar Bapak Pendidikan Nasional Indonesia.

Hari kelahiran Ki Hajar Dewantara pada tanggal 2 Mei dijadikan sebagai Hari Pendidikan Nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI no. 305 tahun 1959, tanggal 28 November 1959. Ki Hajar kemudian meninggal dunia di kota Yogyakarta pada tanggal 26 April 1959. Ia dimakamkan di Taman Wijaya Brata.

Pendidikan Menurut Ki Hajar Dewantara

Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara merupakan proses pembudayaan yakni suatu usaha memberikan nilai-nilai luhur kepada generasi baru dalam masyarakat yang tidak hanya bersifat pemeliharaan tetapi juga dengan maksud memajukan serta memperkembangkan kebudayaan menuju ke arah keluhuran hidup kemanusiaan. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan dimulai sejak anak dilahirkan dan berakhir setelah meninggal dunia.

Ki Hadjar Dewantara membedakan antara sistem “Pengajaran” dan “Pendidikan”. Pendidikan dan pengajaran idealnya memerdekakan manusia secara lahiriah dan batiniah selalu relevan untuk segala jaman.Menurutnya pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah (kemiskinan dan kebodohan). Sedangkan pendidikan lebih memerdekakan manusia dari aspek hidup batin (otonomi berpikir dan mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokratik).
Baca Juga:
Biografi Singkat Soeharto Dari Lahir Hingga Wafat
Itulah biografi Ki Hajar Dewantara yang dapat kami sampaikan. Semoga bermanfaat dan dapat menambah Informasi pengetahuan tentang sejarah Indonesia terutama Pahlawan Nasional yang bernama Ki Hajar Dewantara.

Subscribe Our Newsletter