Masa perundagian adalah zaman di mana manusia sudah mengenal pengolahan logam. Artinya, pada masa perundaian hasil-hasil kebudayaan yang dihasilkan terbuat dari bahan logam. Adanya penggunaan logam pada masa perundagian, tidaklah berarti hilangnya penggunaan barang-barang dari batu. Jadi, pada masa perundagian manusia masih juga menggunakan barang-barang yang berasal dari batu. Masa perundagian merupakan masa yang mengalami kemajuan dalam bidang teknologi dan kebudayaan.
Penggunaan bahan dari logam tidak begitu tersebar luas sebagaimana halnya bahan dari batu. Persediaan logam sangat terbatas. Hanya orang-orang tertentu yang memiliki barang-barang dari logam. Kemungkinan hanya orang-orang yang mampu membeli bahan-bahan tersebut. Keterbatasan persediaan tersebut memungkinkan barang-barang dari logam diperjualbelikan. Adanya perdagangan tersebut dapat diperkirakan bahwa manusia pada zaman perundagian telah mengadakan hubungan dengan masyarakat luar.
Pada masa perundagian aktivitas dalam bidang ekonomi juga semakin maju dan beraneka ragam. Pada masa ini sebagian masih ada yang berburu, namun binatang buruan tidak hanya dikonsumsi secara langsung, tetapi ada yang diternak. Masyarakat perundagian juga sudah ada yang berprofesi sebagai pandai besi. Selain itu, juga masih ada yang bercocok tanam, sebagai penjual, tukang bangunan dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya mari kita simak uraian di bawah ini.
Masyarakat Indonesia Pada Masa Perundagian
Berikut ini merupakan gambaran-gambaran kehidupan msyarakat Indonesia pada zaman perundagian. Gambaran yang akan kami sebutkan di bawah ini meliputi; kehidupan sosial masyarakat perundagia, ekonomi, kepercayaan, alat-alat yang dihasilkan dan lain-lain. Penjelasan itu semua juga akan kami ambil dari beberapa buku sejarah untuk SAM/MA kelas X. Inilah gambaran kehidupan masyarakat Indonesia pada masa perundaian.
1. Kehidupan Sosial Pada Masyarakat Perundagia di Indonesia
Usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pribadinya mendorong ditemukannya peleburan bijih-bijih logam dan pembuatan benda-benda dari logam. Selain itu, adanya persaingan antarpribadi di dalam masyarakat menimbulkan keinginan untuk menguasai satu bidang. Gejala seperti ini menyebabkan timbulnya golongan undagi (Hendrayana, 2009; 116). Golongan ini merupakan golongan masyarakat terampil dan mampu menguasai teknologi pada bidang-bidang tertentu, misalnya membuat rumah, peleburan logam, membuat perhiasan.
Masa perundagian merupakan tonggak timbulnya kerajaan-kerajaan di Indonesia, karena pada masa ini kelompok-kelompok masyarakat yang terbentuk di desa-desa kecil membentuk kelompok yang lebih besar lagi, terutama dengan adanya penguasaan wilayah oleh orang yang dianggap terkemuka. Pada masa perundagian ini, masyarakat purba di Indonesia mulai berkenalan dengan komunitas yang lebih luas, seperti dengan manusia dari India dan Cina.
Pada masa perundagian kehidupan sosialnya sudah mengenal sistem kemasyarakatan yang sudah teratur (Tarunasena, 2009; 140-141). Masyarakat hidup diikat oleh norma-norma dan nilai. Norma-norma dan nilai-nilai ini diciptakan oleh mereka sendiri, disepakati dan dijadikan pegangan dalam menjalani kehidupannya.
Sebagaimana layaknya dalam suatu sistem kemasyarakatan, pada masa ini sudah ada pemimpin dan ada masyarakat yang dipimpin. Struktur ini dikatakan ada kalau dilihat dari penemuan alat-alat untuk penguburan. Kuburan-kuburan yang ada terdapat kuburan yang diiringi dengan berbagai bekal bagi mayat. Model kuburan ini diperkirakan hanya untuk para pemimpin.
Pada masa perundagian, masyarakat telah hidup di desa-desa di daerah pegunungan, dataran rendah dan tepi pantai. Susunan masyarakatnya makin teratur dan terpimpin (Marwan, 2009; 73). Masyarakat dipimpin oleh ketua adat yang merangkap sebagai kapala daerah. Ketua adat dipilih oleh masyarakat, yaitu orang tua yang banyak pengetahuan dan pengalamannya mengenai adat dan berwibawa terhadap masyarakat. Kepala daerah yang besar wibawanya kemudian membawahi kepala-kepala daerah lainnya dan makin besar kekuasaannya. Ia bertindak seperti seorang raja dan itulah permulaan timbulnya raja-raja di Indonesia.
Adanya norma-norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat pada masa perundagian menunjukan bahwa pada masa ini terdapat hasil-hasil kebudayaan berupa norma-norma. Bila dilihat dari hasil kebudayaan yang berwujud peraturan. Pada masa perundagian masyarakat telah mengenal suatu peraturan yang harus ditaati oleh semuanya. Salah satunya adalah peraturan dalam penguburan mayat di tempayan. Penguburan dalam tempayan ini hanya dilakukan terhadap orang-orang yang berkedudukan penting dalam masyarakat. Selain itu, terdapat juga aturan dalam
penggunaan harta kekayaan.
Pada masa perundagian, manusia purba sangat taat kepada adat diantaranya adat gotong-royong, tolong menolong, sambat-sinambat. Kebiasaan hidup berkelompok berkembang menjadi lebih luas dalam kehidupan masyarakat desa secara bergotong royong.
2. Aktivitas Ekonomi Pada Masa Perundagian di Indonesia
Pada zaman perundagian, kemampuan manusia dalam kegiatan ekonomi semakin maju (Marwan, 2009; 76). Kegiatan ekonomi makin beraneka ragam diantaranya pertanian, peternakan, membuat keranjang, membuat gerabah, bepergian ke tempat-tempat lain untuk menukar barang-barang yang tidak dihasilkan di desa tempat tinggalnya. Kegiatan mereka merupakan permulaan dari kegiatan perdagangan.
Sistem mata pencaharian pada masa perundagian sudah mengalami kemajuan (Tarunasena, 2009; 141). Keterikatan terhadap bahan-bahan makanan yang disediakan oleh alam mulai berkurang. Mereka mampu mengolah sumber-sumber daya yang ada di alam untuk dijadikan bahan makanan. Cara bertani berhuma sudah mulai berubah menjadi bertani dengan bersawah. Perbedaanya adalah jika bertani dengan berhuma, maka ketika tanah atau ladang sudah tidak subur lagi mereka akan mencari lahan baru. Jika bertati dengan bersawah, ketika tanah sudah atau ladang tidak subur lagi, maka tanah yang tidak subur itu dipupuk sehingga menjadi subur lagi.
Selain bertani dan berternak, pada masa perundagian juga terdapat beberapa pengrajin seperti tukang pandai besi, tukang bangunan, dan pembuat kerajinan lainya. Pembauatan alat-alat logam membuktikan bahwa masyarakat pada masa prundagian sudah adanya pandai besi. Bangunan-bangunan yang semakin lebih baik dari masa sebelumnya dan kerajinan-kerajinan lain adalah bukti bahwa pada masa perundigan kegiatan ekonominya sudah lebih maju.
3. Budaya atau Benda-Benda Yang Dihasilkan
Masa perundagian merupakan masa perubahan besar dalam hasil-hasil kebudayaan. Pada masa perundagian ini, manusia Indonesia telah banyak menciptakan hasil-hasil kebudayaan, terutama yang berwujud benda atau alat-alat dengan teknologi tinggi (Marwan, 2009; 79). Pada masa perundagian ini, orang-orang Indonesia mengembangkan teknologi yang tinggi dalam mengolah sumber daya alam.
Benda-benda yang dihasilkan pada zaman perundagian mengalami kemajuan dalam hal teknik pembuatan (Tarunasena, 2009; 141). Ada dua teknik pencetakan logam yaitu bivolve dan a cire perdue. Teknik bivolve dilakukan dengan cara menggunakan cetakan-cetakan batu yang dapat dipergunakan berulang kali.
Teknik a cire perdue dikenal pula dengan istilah cetak lilin. Cara yang dilakukan yaitu dengan membuat cetakan model benda dari lilin. Cetakan tersebut kemudian dibungkus dengan tanah liat. Setelah itu tanah liat yang berisi lilin itu dibakar. Lilin akan mencair dan keluar dari lubang yang telah dibuat. Maka terjadilah benda tanah liat bakar yang berongga. Bentuk rongga itu sama dengan bentuk lilin yang telah cair. Setelah cairan logam dingin, cetakan tanah liat dipecah dan terlihatlah cairan logam yang telah membeku membentuk suatu barang sesuai dengan rongga yang ada dalam tanah liat.
Pada masa perundagian telah banyak hasil-hasil kebudayaan yang bernilai tinggi. Hasil-hasil kebudayaan yang terdapat pada masa ini berwujud ide atau gagasan, norma-norma atau peraturan, dan aktivitas sosial maupun wujud kebendaan (Marwan, 2009; 80). Berbagai hasil-hasil kebudayaan yang diwujudkan ke dalam tiga bentuk tersebut dapat kita temukan. Dari keseluruhan hasil-hasil kebudayaan pada masa perundagian, sebagaian besar hasil-hasil tersebut berwujud benda-benda berupa alat-alat. Sedikit sekali hasil kebudayaan pada masa ini yang berwujud norma dan peraturan.
Alat-alat yang telah dihasilkan yang akan kami rangkum dari bukun Sejarah Kelas X karya Marwan (2009; 81-87). Adapun benda atau alat-alat yang telah dihasilkan pada masa perundagian adalah sebagai berikut;
a. Gerabah
Pada umumnya gerabah dibuat untuk kepentingan rumah tangga sehari-hari. Dalam upacara keagamaan gerabah digunakan sebagai tempayan kubur, tempat bekal kubur atau tempat sesaji. Pada masa perundagian ada adat kebiasaan untuk menempatkan tulang-tulang mayat dalam tempayan-tempayan besar. Dengan adanya kebiasaan ini menunjukan bahwa teknik pembuatan gerabah lebih tinggi.
Bukti-bukti peninggalan benda-benda gerabah ditemukan seperti di Kendenglembu (Banyuwangi), Klapadua (Bogor), Serpong (Tangerang), Kalumpang dan Minanga Sapakka (Sulawesi Tengah) dan sekitar bekas danau Bandung.
b. Kapak Corong
Hasil-hasil kebudayaan perunggu di Indonesia adalah kapak corong dan nekara. Kapak corong banyak sekali jenisnya, ada yang kecil bersahaja, ada yang besar dan memakai hiasan, ada yang pendek lebar, bulat dan ada pula yang panjang serta sisinya atau disebut candrana. Bentuk-bentuk corong tersebut ditemukan di Irian Barat dan sekarang disimpan di Belanda.
c. Kapak Perungu
Di Indonesia kapak perunggu yang ditemukan memiliki bentuk tersendiri. Kapak perunggu memiliki berbagai macam bentuk dan ukuran. Di lihat dari penggunaannya, maka kapak perunggu dapat berfungsi sebagai alat upacara atau benda pusaka dan sebagai pekakas atau alat untuk bekerja. Secara Tipologik, kapak perunggu digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu: kapak corong dan kapak upacara. Kapak perunggu untuk pertama kalinya ditemukan oleh G. E. Rumpius pada awal abad ke-18.
d. Bejana Perungu
Temuan bejana perunggu di Indonesia hanya sedikit. Bejana yang di temukan di Kerinci (Sumatera) memiliki panjang 50,8 cm dan lebar 37 cm. Sedang bejana yang di temukan di Sampang lebih tinggi dan lebar ukurannya yaitu tingginya 90 cm dan lebar 54 cm. Bejana perunggu ini memiliki bentuk yang bulat panjang, seperti keranjang tempat ikan yang biasa digunakan oleh para pencari ikan di sungai (kepis) atau menyerupai bentuk gitar model Spanyol tanpa tangkai.
e. Nekara Perunggu
Nekara pun dianggap sebagai benda suci yang digunakan pada saat upacara saja. Hal ini diperjelas dengan ditemukannya nekara di berbagai daerah dan diantaranya sampai sekarang masih tersimpan di Bali dengan ukuran 1,86 meter disimpan di sebuah pura di desa Intaran yaitu pure penataran sasil.
Nekara merupakan benda-benda atau alat-alat yang ada dalam kegiatan upacara yang berfungsi untuk genderang waktu perang, waktu upacara pemakamam, untuk upacara minta hujan, dan sebagai benda pusaka (benda keramat). Nekara perunggu banyak sekali ditemukan di daerah Nusantara.
f. Patung-Patung Perunggu
Bentuk patung perunggu bermacam-macam bentuknya. Ada yang berbentuk orang atau hewan. Patung yang berbentuk orang menggambarkan orang yang sedang menari, orang yang sedang berdiri, sedang naik kuda dan ada yang memegang panah. Patung perunggu ini ternyata banyak juga ditemukan di Indonesia. Arcaraca yang berbentuk orang atau hewan telah ditemukan di daerah Bangkinan (propinsi Riau), Lumajang (Jawa Timur), Bogor (Jawa Barat), dan Palembang (Sumatera Selatan).
Patung Arcaraca |
Jenis patung ada dua, yakni patung orang dan patung binatang, berupa kerbau. Patung orang atau boneka perunggu ini ditemukan di Bangkinang daerah provinsi Riau daratan. Sedangkan yang berbentuk hewan ditemukan di Limbangan daerah Bogor.
g. Gelang dan Cincin Perunggu
Gelang perunggu dan cincin perunggu pada umumnya tanpa hiasan. Tetapi ada juga yang dihias dengan pola geometrik atau pola binatang. Bentukbentuk hiasa yang kecil mungkin dipergunakan sebagai alat tukar atau benda pusaka. Ada juga mata cincin yang berbetuk seekor kambing jantan yang ditemukan di Kedu (Jawa Tengah). Bandul (mata) kalung yang berbentuk kepala orang ditemukan di Bogor.
h. Benda-Benda Perunggu Lainya
Benda-benda yang terbuat dari perunggu mempunyai nilai seni yang tinggi seperti yang ditemukan berupa jelang kaki atau benggel, gelang, anting-anting, kalung, dan cincin. Di samping itu, seni menuang patung sudah ada dengan ditemukannya patung-patung, juga memiliki nilai ekonomi dengan ditemukannya cincin dengan lubang kecil yang diperkirakan sebagai alat
tukar.
i. Manik-Manik
Manik-manik sebagai hasil hiasan sesungguhnya sudah lama di kenal masyarakat Indonesia. Manik-manik di Indonesia memegang peranan penting. Manik-manik digunakan sebagai bekal kubur, benda pusaka, juga dipergunakan sebagai alat tukar. Manik-manik ditemukan hampir di setiap penggalian, terutama di daerah-daerah penemuan kubur prasejarah seperti Pasemah, Jawa Barat, Gunung Kidul (Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Besuki (Jawa Timur), dan Gilimanuk (Bali).
j. Benda-Benda Besi
Jenis-jenis alat besi dapat digolongkan sebagai prkakas kerja sehari-hari dan sebagai senjata. Sebagian temuan hanya berupa fragmen-fragmen yang sukar ditentukan macam bendanya dan sebagian lagi memperlihatkan bentuk-bentuk yang belum jelas fungsinya. Alat-alat besi yang banyak ditemukan berbentuk:
- Mata kapak atau sejenis beliung yang dikaitkan secara melintang pada tangkai kayu. Alat ini banyak ditemukan di daerah Gunung Kidul (Jawa Tengah). Alat yang temukan tersebut diperkirakan dipergunakan untuk menatah batu padas.
- Mata pisau dalam berbagai ukuran
- Mata sabit dalam bentuk melingkar
- Mata tembilang atau tajak
- Mata alat penyiang rumput
- Mata pedang, yang antara lain ditemukan dalam kubur peti di Gunung Kidul
- Mata tombak
- Tongkat dengan ujungnya berbentuk kepala orang
- Gelang-gelang besi ditemukan antara lain di daerah Banyumas dan Punung (Pacitan Jawa Tengah)
4. Kepercayaan Pada Masyarakat Perundagian
Pada masa perundagian memiliki sistem kepercayaan yang tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Praktek kepercayaan yang mereka lakukan masih berupa pemujaan terhadap leluhur. Hal yang membedakannya adalah alat yang digunakan untuk praktek kepercayaan. Pada masa perundagian, benda-benda yang digunakan untuk praktek kepercayaan biasanya terbuat dari bahan perunggu.
Sistem kepercayaan yang dilakukan oleh manusia pada zaman perundagian masih memelihara hubungan dengan orang yang meninggal. Pada masa ini, praktek penguburan menunjukkan stratifikasi sosial antara orang yang terpandang dengan rakyat biasa. Kuburan orang-orang terpandang selalu dibekali dengan barang-barang yang mewah dan upacara yang dilakukan dengan cara diarak oleh orang banyak. Sebaliknya, apabila yang meninggal orang biasa, upacaranya sederhana dan kuburan mereka tanpa dibekali dengan barang-barang mewah.
Upacara sebagai bentuk ritual kepercayaan mengalami perkembangan. Mereka melakukan upacara tidak hanya berkaitan dengan leluhur, akan tetapi berkaitan dengan mata pencaharian hidup yang mereka lakukan. Misalnya ada upacara khusus yang dilakukan oleh masyarakat pantai khususnya para nelayan. Upacara yang dilakukan oleh masyarakat pantai ini, yaitu penyembahan kekuatan yang dianggap sebagai penguasa pantai.
Penguasa inilah yang mereka anggap memberikan kemakmuran kehidupannya. Sedang di daerah pedalaman atau pertanian ada upacara persembahan kepada kekuatan yang dianggap sebagai pemberi berkah terhadap hasil pertanian.
Kesimpulan
Kesimpulan dari pembahasan kehidupan awal masyarakat Indonesia pada masa perundagian adalah sebagai berikut;
Pada masa perundagian telah mengalami perkembangan yang luarbiasa dibandingkan dengan masa sebelumnya. Kehidupan sosial pada masa perundagian sudah mulai tertata yaitu, sudah ada pemimpin dan ada yang dipimpin. Jadi pada masa perundagian sudah terdapat pelapisan sosial. Mereka juga hidup secara berkelompok dan sudah membentuk desa-desa kecil. Masyarakat perundagian juga sudah mengenal aturan atau norma-norma dalam masyarakat.
Kegiatan ekonomi pada masa perundagian juga telah mengalami perkembangan yang pesat. Pada masa bercocok tanam, mereka memperoleh makanan hanya dengan cara berhuma dan berternak, selain itu berburu juga masih dilakukan oleh sebagian manusia purba. Pada masa perundagian sudah lebih maju dan bervariasi. Ada yang sudah bertani dengan cara bersawah (bukan berhuma). Benda-benda yang dihasilkan juga lebi canggih dan lebih beragam. Kepercayaan pada masa perundagian secara garis besar terdapat dua macam yaitu anemisme dan dinamisme.
Artikel Berkaitan: